TEMPO.CO, Depok – Ketua DPRD Kota Depok, Hendrik Tangke Allo mengatakan sampai saat pihaknya belum mengetahui rencana penerapan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing atau ERP di Jalan Margonda.
“Harus diperhatikan dulu kesiapannya. Itu boleh saja dan rencana bagus tapi harus dipikirkan solusi lainnya bagaimana," kata Hendrik pada Rabu 11 April 2018.
Pada 6 April 2018, Asisten Daerah Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Eddy Iskandar Muda Nasution mengatakan, pemerintah Jawa Barat merencanakan mencoba jalan berbayar di sejumlah ruas jalan di Margonda.
“Jalan di Margonda itu macet, panjang lagi. (Selanjutnya) dengan di Bekasi , tapi akan dilihat dulu karena kalau terlalu banyak simpang susah juga (penerapannya),” katanya.
Baca: Margonda Depok Akan Menjadi Jalan Berbayar di Jawa Barat
Eddy mengatakan, Dinas Perhubungan Jawa Barat telah menandatangani kesepakatan bersama dengan PT Alita Praya Mitra, rekanan Kapsch Trafficomm asal Swedia yang bergerak di bidang instrumentasi transportasi.
Hendrik menjelaskan yang harus disiapkan adalah soal alternatif jalan lain untuk pengguna non berbayar. Jika jalur Margonda dibuat pemisahan antara berbayar dan non bayar maka akan sangat mustahil, mengingat kapasitas jalan yang kecil.
Dia mempertanyakan apakah telah ada jalur alternatif dan bagaimana soal kajiannya.
“ERP di Margonda hanya akan membuat kemacetan baru di titik lain. Karena pengendara lain akan mencari alternatif jalan yang tidak berbayar. Sama saja hanya memindahkan kemacetan saja. Margonda bisa jadi tidak macet, tapi kemacetan bisa jadi ada di titik lain," kata Hendrik.
Anggota Komisi C DPRD Depok, Sri Utami menuturkan, kajian terhadap Jalan Margonda mutlak dilakukan sebelum penerapan ERP. Saat ini kata dia, secara umum kondisi Jalan Margonda sering mengalami kemacetan panjang terutama di jam-jam sibuk.
"Keterlambatan pembangunan infrastruktur transportasi publik yang nyaman, aman, terintegrasi dan terjangkau kita saksikan dampaknya saat ini," katanya.
Hal ini diiringi kemudahan kepemilikan kendaraan pribadi serta maraknya transportasi online. Jadi, katanya, pendekatan penyelesaiannya harus terintegrasi.
"Pelebaran jalan bisa jadi opsi tapi tidak boleh mengorbankan jalur hijau di tengah. Karena itu jalur supply oksigen dan penyerapan polusi yang intensitasnya cukup pekat pada jam- jam padat," ungkapnya.
Solusi sementara lain adalah dengan membongkar separator jalur lambat dan cepat. Tujuannya kata dia agar kapasitas jalan bisa sedikit lebih lebar.
"Jika feasibitasnya baik ERP bisa saja diterapkan tapi tujuannya bukan untuk peningkatan PAD tetapi untuk mengalihkan preferensi masyarakat pada jam sibuk dan agar lebih merata penyebarannya di jam-jam lain," pungkasnya.
Senada, anggota DPRD Kota Depok Fraksi Golkar, Tajudin Tabri mengatakan, ERP baru sebatas wacana, namun dirinya mengaku agar kebijakan tersebut tidak bisa serta merta dilakukan.
Simak: 57 Perusahaan Ikut Lelang Proyek Jalan Berbayar ERP
“Jalan Magronda itukan jalan pemerintah, tidak ada investasi pihak ketiga seperti jalan tol, jadi ya diperuntukkan buat masyarakat jangan hanya kepentingan beberapa pihak,” kata Tajudin.
Menurut Tajudin, dengan pemberlakuan ERP, masyarakat akan merasa dirugikan, mengingat Jalan Margonda raya merupakan akses keluar masuk bagi warga depok.
“Sebetulnya masih ada banyak solusi kemacetan, tinggal bagaimana solusi tersebut yang memihak kepada masyarakat,” katanya.