TEMPO.CO, Bekasi – Batalnya Dinas Perhubungan Kota Bekasi tunjuk badan usaha milik daerah (BUMD) untuk menjadi operator Transpatriot menyebabkan target angkutan massal Bekasi itu molor. Operasi angkutan masal dalam kota tersebut molor dari yang dijadwalkan sejak bulan lalu.
"Kami memilih skema lelang dalam menentukan operator," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi Yayan Yuliana, Selasa, 17 April 2018.
Menurut dia, skema tersebut dianggap paling fair untuk menentukan calon operator angkutan berkapasitas 34 tempat duduk tersebut. Yayan mengatakan instansinya kini tengah menyusun studi kelayakan atau feasibility study operasional Transpatriot.
Salah satu yang ada di dalamnya mengenai pengaturan operasional angkutan menggunakan tarif rupiah per kilometer seperti Transjakarta di DKI. "Operator tidak perlu ngetem menunggu penumpang," ujar Yayan.
Dengan begitu, penumpang mendapatkan kepastian waktu pemberangkatan dan waktu tempuh selama perjalanan. Yayan tak mempersoalkan pengeluaran tidak sebanding dengan pemasukan melalui penjualan tiket. "Kami mengejarnya adalah pelayanan agar masyarakat beralih ke angkutan massal, bukan profit," ucapnya.
Baca Juga:
Menurut dia, pemerintah belum ada rencana menambah armada bus. Saat ini, jumlah bus Transpatriot sebanyak sembilan unit, yang dibeli menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun lalu senilai Rp 11 miliar.
Selain mengadakan armada, pemerintah juga sudah membangun 50 halte kecil sebagai tempat naik dan turun penumpang di empat rute. Rute itu antara lain Terminal Bekasi-Harapan Indah (14,7 kilometer), Harapan Indah-Terminal Bekasi (9,6 kilometer), Terminal Bekasi-Summarecon Bekasi (8 kilometer), Summarecon Bekasi-Terminal Bekasi (7 kilometer).
Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Kota Bekasi Fathikun Ibnu mengatakan tarif penumpang Transpatriot direncanakan Rp 3.500 sekali jalan. Besaran tarif itu, kata dia, sudah mendapatkan subsidi dari pemerintah senilai Rp 1.200 per kilometer per penumpang. "Kalau normal, kisaran Rp 7.000," tuturnya.
Ketua Dewan Transportasi Kota Bekasi Harun Al-Rasyid menuturkan rencana awal operator melalui penunjukan terhadap BUMD. Namun, karena ada hal substantif yang perlu diselesaikan, dia menambahkan, maka diputuskan dilelang. "Dicari operator yang terbaik, baik swasta maupun BUMN (badan usaha milik negara)," katanya.
Ia mencontohkan, sejumlah persoalan yang sedang diselesaikan antara lain masalah tanda nomor kendaraan bermotor yang masih menggunakan pelat merah harus diubah menjadi pelat kuning. "Kalau tidak diubah, bakal muncul persoalan hukum karena ini menyangkut aset daerah," ujarnya.
Karena itu, kata dia, lembaganya dan pemerintah tak ingin buru-buru mengoperasikan angkutan massal tersebut. Pemerintah Kota Bekasi butuh belajar banyak ke daerah lain yang sudah mengoperasikan bus rapid transit, seperti Palembang, Yogyakarta, Solo, Semarang, dan sebagainya. "Semarang itu butuh waktu panjang untuk menemukan sistem yang baik," kata dosen di Universitas Islam 45 ini.