TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Cyber Indonesia Permadi memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya terkait dengan laporannya terhadap mantan dosen Universitas Indonesia, Rocky Gerung. Permadi datang seorang diri pukul 13.35.
"Hari ini, saya diperiksa sehubungan dengan laporan saya terhadap saudara RG," kata Permadi di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis, 19 April 2018.
Awalnya, Permadi akan menjalani pemeriksaan bersama Jack Lapian. Namun Jack berhalangan hadir. "Hari ini saya dulu. Mungkin Jack Lapian besok," ujarnya.
Baca: Ini Omongan Rocky Gerung yang Dituding Ujaran Kebencian SARA
Permadi melaporkan Rocky Gerung atas dugaan ujaran kebencian mengandung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). "Saya melaporkan saudara Rocky karena omongan dia semalam di salah satu acara diskusi di televisi. Dia mengatakan kitab suci adalah fiksi," ucapnya pada 11 April 2018.
Ketua Cyber Indonesia itu membawa bukti berupa flash disk berisi video tayangan Indonesia Lawyer Club (ILC) dari akun YouTube resmi TV One dan kertas berisi arti beberapa kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Permadi menilai Rocky sengaja menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA. "Maksud kami ini laporkan agar tidak ada perpecahan. Kami ingin NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) utuh. Apalagi dia bicara di depan umum, di stasiun televisi," tuturnya.
Baca: Guntur Romli PSI Tak Setuju Rocky Gerung Dilaporkan
Laporan terhadap Rocky tersebut tertuang dengan nomor polisi TBL/2001/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tanggal 11 April 2018. Perkara yang dilaporkan adalah dugaan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA sesuai dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Rocky Gerung diancam dengan pidana pelanggaran maksimal enam tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.