TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta Muhammad Najib Taufieq belum mengetahui pencaplokan aset milik Pemerintah Provinsi DKI di Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Setahu Najib, BPN juga belum berkomunikasi dengan DKI mengenai aset negara berstatus sengketa.
“Belum tau pasti sudah (atau) belumnya,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 26 April 2018.
Kendati begitu, kata Najib, BPN membuka ruang bagi Pemprov DKI kalau ingin berkonsultasi. Dirinya ingin memberikan masukan terkait dengan aset negara yang berperkara secara hukum. “Ya, jelaslah,” katanya.
Selasa lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan pihaknya meminta bantuan Kepolisian Daerah Metro Jaya dan BPN untuk menyelamatkan aset pemerintah DKI yang diklaim pihak lain. “Karena ini pro-justicia, masih dalam penyidikan, jadi saya tidak bisa memberikan update yang rinci, menghormati proses hukum,” ucapnya di Balai Kota DKI Jakarta.
Baca: Sri Mulyani Menantang DKI, Sandiaga Mulai Bedah Laporan Aset
Sandiaga menuturkan, saat ini ada beberapa aset DKI yang diklaim pihak lain dan menjadi sengketa, padahal lahan itu sudah lama dimiliki DKI. “Karena keteledoran kami dalam pencatatan dan dalam menjaga fisik serta legalitas, banyak yang dipermasalahkan secara hukum, dan kami kalah di pengadilan,” tuturnya.
Menurut Sandiaga, surat-surat dan berkas administrasi aset DKI yang dikoordinasikan dengan Polda Metro dan BPN adalah yang diklaim pihak lain, tapi palsu. “Kami berharap, dengan proses pembenahan dari aset kami ini, kami bisa di-cover Polda dan BPN,” katanya.
Aset DKI yang tercecer dan terbengkalai itu sebagian besar berupa tanah. Dua lahan sengketa berada di Jakarta Barat dan satu di Jakarta Timur.
Kasus pencaplokan tanah DKI itu, kata Sandiaga, menjadi pelajaran bagi semua aparatur di DKI agar bersungguh-sungguh membenahi pencatatan aset. Karena itu, DKI merencanakan program sensus aset pada tahun ini. “Ini aset negara, aset milik rakyat, jangan sampai kelepasan, jangan sampai hilang lagi,” ucapnya.
Kasus sengketa lahan Jakarta Timur melibatkan lahan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana. Setelah dibeli beberapa tahun lalu, aset tersebut tidak langsung ditempati dan tidak diurus legalitasnya oleh pemerintah. “Akhirnya terjadi, masuklah oknum-oknum yang menempati, menaruh barang, mobil, dan lain sebagainya,” ujarnya.