TEMPO.CO, Jakarta - Warga Pulau Pari melakukan aksi borgol tangan sebagai simbol menolak kriminalisasi penghuni di depan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa, 8 Mei 2018. Aksi ini digelar seusai Sulaiman Hanafi alias Khatur, Ketua RW 04, Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu, dianggap menjual atau memanfaatkan tanah hak milik orang lain.
Aksi borgol diri ini digelar pada Selasa siang, pukul 13.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB, dan diikuti puluhan warga Pulau Pari. Warga yang datang meneriakkan dukungan kepada Sulaiman yang dikriminalisasi oleh PT Bumi Pari Asri sebagai pengembang.
"Tolak kriminalisasi warga kami, Sulaiman. Kami dukung Pak RW untuk dibebaskan dari kriminalisasi," kata Edi, salah satu warga Pulau Pari yang berorasi di depan PN Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Mei 2018.
Baca: Sidang Pulau Pari, Begini Warga yang Didakwa Serobot Pekarangan
Selain membawa poster berisi penolakan kriminalisasi, warga melakukan aksi memborgol tangan menggunakan kabel plastik. Aksi ini merupakan simbol dari terbelenggunya hukum dan kriminalisasi kepada warga.
Warga Pulau Pari menunjukkan tali pengikat yang memborgol tangan sebagai simbol kriminalisasi dan diskriminasi terhadap mereka di PN Jakarta Utara, Selasa, 8 Mei 2018. Tempo/Dias Prasongko
Dalam orasinya, warga Pulau Pari menyoroti aksi sewenang-wenang pihak pengembang. Menurut warga, yang dilakukan PT Bumi Pari Asri tidak sah karena mereka tak memiliki bukti sertifikat kepemilikan tanah.
Warga Pulau Pari juga mendesak Pengadilan Jakarta Utara memutus tak bersalah Sulaiman. Sebab, Ombudsman DKI sebelumnya juga menemukan maladministrasi penerbitan 64 sertifikat hak guna bangunan dan 12 surat hak milik tanah di Pulau Pari.
Baca: Diultimatum Kosongkan Tanah, Warga Pulau Pari Pilih Bertahan
"Sertifikat yang dikeluarkan dan dimiliki pengembang adalah sertifikat bodong. Karena itu, kami minta pengadilan untuk menolak kriminalisasi tersebut," kata Buyung, warga Pulau Pari yang juga ikut berorasi.
Kriminalisasi warga Pulau Pari tidak hanya terjadi kali ini. Sebelumnya, pada 2017, ada tiga warga yang pernah mengalami kriminalisasi serupa.
Ketiganya adalah Mustaghfirin alias Boby, Mastono alias Baok, dan Bachrudib alias Edo, warga Pulau Pari yang bekerja sebagai nelayan. Waktu itu, ketiga warga dituding melakukan pungutan liar di Pantai Perawan oleh PT Bumi Pari.
Tak hanya itu, pada 2016, PT Bumi Pari juga pernah melakukan kriminalisasi. Saat itu, pihak perusahaan berhasil memenjarakan seorang nelayan Pulau Pari bernama Edi Priadi, 62 tahun, yang dituding memasuki pekarangan tanah milik perusahaan.