Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

20 Tahun Reformasi, Sumarsih: Sayur Asam Tak Sempat Dimakan Wawan

image-gnews
Maria Catarina Sumarsih menaburkan bunga di lokasi tertembaknya sang anak Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan) Peringatan 19 Tahun Tragedi Semanggi I 1998 di Universitas Atma Jaya, Jakarta, 13 November 2017. TEMPO/Subekti
Maria Catarina Sumarsih menaburkan bunga di lokasi tertembaknya sang anak Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan) Peringatan 19 Tahun Tragedi Semanggi I 1998 di Universitas Atma Jaya, Jakarta, 13 November 2017. TEMPO/Subekti
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Maria Katarina Sumarsih bercerita tentang 20 tahun reformasi. Setiap hari libur, bersama suaminya, Arief Priyadi, Sumarsih selalu ke Tempat Pemakaman Umum Joglo, Jakarta Barat.  Mereka berdoa dan membersihkan makam puteranya,  Bernadinus Realino Norma Irawan atau yang biasa disapa Wawan, yang tewas dalam tragedi Semanggi I pada 13 November 1998.

Hampir 20 tahun berlalu, pasangan suami istri itu tidak mengetahui siapa yang menembak anaknya yang ada di dalam kampus Universitas Atmajaya, di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan.  Selama itu pula Sumarsih dan aktivis hak asasi manusia tanpa lelah, terus berjuang mengungkap kasus itu. Namun upaya mereka sampai saat ini belum berhasil.

Baca: Tragedi Trisakti dan Cerita Diktat Bernoda Darah Hafidhin Royan

Tempo menemui Sumarsih di kediamannya, Meruya, Jakarta Barat pada 27 April 2018.  Perempuan  yang rambutnya  dipenuhi uban ini menceritakan perjalanan hidup Wawan sejak sekolah di  SMA Pangudi Luhur di daerah Muntilan, Jawa Tengah hingga meninggal karena tembakan senjata api.

Pada saat itu, Sumarsih dan suami bekerja di Jakarta, sementara Wawan, anak pertama, sekolah di Muntilan. “Setiap bulan, kalau Wawan lagi enggak bisa pulang saya pasti kesana (Muntilan), menginap di sana,” kata perempuan kelahiran Semarang, 5 Mei 1952.

Lulus SMA, Wawan ingin melanjutkan kuliahnya di Universitas Atma Jaya di Yogyakarta. Sumarsih menyarankan agar Wawan melanjutkan kuliahnya di Universitas Atma Jaya di Jakarta. “Wan ibu kan sudah terlalu lama jauh dari kamu, kamu kuliah disini aja, kan di Jakarta juga ada Atma Jaya,” pesannya kepada Wawan. Puteranya itu akhirnya menuruti nasehat ibunya dan menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Jakarta.

Baca: 20 Tahun Reformasi, UI dan Trisakti Gelar Aksi dan Malam Gelora

Wawan termasuk mahasiswa yang aktif. Banyak organisasi kampus di Universitas Atmajaya Jakarta, diikutinya. Termasuk menjadi anggota Tim Relawan Kemanusiaan (TRK) tragedi Mei 1998 yang dipimpin Sandyawan Sumardi.  Dia mendampingi korban kekerasan dan kejahatan aparat pemerintah di daerah Ciledug, Tangerang.

Ternyata TRK memiliki banyak data para korban, yang tidak dimiliki aparat. “TRK menjadi salah satu incaran pemerintahan Orde Baru,” kata Sumarsih.  Karena aktivitasnya itu, Wawan pernah bercerita kalau dirinya menjadi salah satu dari lima pegiat TRK yang akan dihabisi. “Wawan dapat cerita dari temannya yang intel bahwa nama dia ada di dalam daftar, nomor satu bahkan,” ucapnya. Daftar tersebut dibuat oleh salah satu badan intelejen.

Mendengar cerita Wawan,  Sumarsih khawatir akan keselamatan anaknya. Ia meminta agar Wawan segera mempercepat kuliah, menghentikan semua organisasi yang diikutinya dan tidak ikut berdemo.  Tidak berapa lama, Wawan kembali bercerita kepada ibunya, bahwa namanya telah hilang dari daftar buruan intelijen tersebut.

Simak: 20 Tahun Reformasi: Halte 12 Mei Pengingat Tragedi Trisakti

Setelah kejadian  kerusuhan Mei 1998, Wawan meminta untuk berhenti kuliah dan ingin kuliah  ke luar negeri. “Saya bilang ke Wawan duitnya dari mana, saya enggak punya uang. Wawan juga minta dibelikan handphone tapi saya enggak kasih. Itu sampai sekarang saya suka sedih,” ucap Sumarsih.  Pada  21 Mei 1998, Soeharto akhirnya turun dari jabatan presiden dan digantikan oleh BJ Habibie.

Pada 6 November 1998, Wawan melakukan operasi Sinusitis dan menginap semalam di rumah sakit. Keesokan harinya,  Wawan minta diantar ke kampus karena mau menyerahkan paper seminar ke temannya.

MPR menggelar Sidang Istimewa pada 10-13 November 1998. Ratusan aparat bersenjata laras panjang berjaga-jaga di sekitar gedung DPR/MPR, termasuk di dekat kampus Universitas Atma Jaya. Selain itu ada juga Pam Swakarsa, masyarakat sipil yang dipersenjatai bambu runcing.

Pada Selasa, 10 November 1998,  saat hari pertama Sidang Istimewa MPR, Wawan tidak datang ke kampus.  Keesokan harinya, Wawan menginap di kampus bersama temannya. Pada Kamis pagi, Wawan telepon ke Sumarsih.

“Ibu,  kok Wawan enggak dimasakin?” Sumarsih menjawab karena Wawan tidak pulang malamnya. “Terus dia cerita udah makan bubur dua porsi ditraktir dosennya,” kata dia. Dosen tersebut ialah Hinca Panjaitan yang saat ini menjadi Sekertaris Jenderal Partai Demokrat.

Simak: 20 Tahun Reformasi, Amien Rais: 4 Cita-cita Ini Berhasil Terwujud

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada Jumat, 13 November, Sumarsih membuatkan masakan kesukaan Wawan yaitu empal dan sayur asam. Makanan itu tidak sempat dimakan, karena Wawan ditembak mati oleh aparat. Sumarsih mendengar dari sejumlah sumber bahwa anaknya itu tewas ketika hendak menolong korban penembakan.

Pada pukul 16.30 WIB, kampus Universitas Atma Jaya dikepung aparat keamanan.  Waktu itu ada aparat masuk ke dalam kampus dan Wawan bertanya apa boleh menolong korban penembakan.

Salah seorang petugas mengizinkan. Akhirnya Wawan menolong korban itu dengan mengeluarkan selembar kain putih dari dalam tasnya yang berisi obat-obatan.  

“Saat menolong, eh Wawan malah ditembak,” kata Sumarsih, lulusan SMEA yang pernah menjadi guru di SMP Budi Murni Jakarta Barat dan pegawai Sekretariat Jendral DPR RI.

Sumarsih mendapat kabar dari Sandyawan  Sumardi bahwa Wawan tertembak dan dibawa ke Rumah Sakit Jakarta.

Setibanya di sana, ia melihat anaknya sudah tak bernyawa. Saat ia membuka baju putih anaknya, pada bagian dada terdapat lubang sebesar rokok dan di sekeliling lubang tersebut terdapat luka bakar.

Sumarsih keluar untuk menyelesaikan administrasi. Saat kembali ke kamar jenazah, ada seseorang yang menghampirinya.  “Orang itu bilang untuk dilakukan otopsi. Saya nolak, tapi dia maksa. Dia bilang otopsi itu seperti operasi kecil,”katanya.

Setelah berdebat cukup panjang, akhirnya Sumarsih menyetujui hal tersebut. Jenazah Wawan dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk diotopsi. Selama perjalanan itu, mobil ambulans yang dinaikinya ditembaki oleh aparat.

“Supir ambulans teriak-teriak ‘tundukkan kepala kita ditembaki, tundukkan kepala kita ditembaki’, bayangkan mobil ambulans saja ditembaki,” kata dia.

Peristiwa itu terus membekas pada diri Sumarsih. Bersama orang tua lainnya yang anaknya tewas dalam kasus Semanggi I dan II, serta kasus Trisakti, mereka menuntut keadilan atas kematian putranya. Setiap Kamis pukul 16.00-17.00 WIB,  mereka berunjuk rasa di depan Istana Kepresidenan, Jakarta.

Sampai saat ini, Aksi Kamisan itu terus berlangsung, sekalipun hujan.  “Dalam Kamisan, ada kesetiaan dan ketekunan. Tujuan Kamisan itu membongkar fakta kebenaran, mencari keadilan, melawan lupa dan impunitas.”

Simak: 20 Tahun Reformasi, Amien Rais: Etika Pergaulan Semakin Nista

Sumarsih  juga mendatangi Presiden, DPR, Komnas HAM, Puspom TNI dan institusi lainnya. Dia juga turun ke jalan. Sumarsih akhirnya menjadi aktivis yang menyuarakan tegaknya hak asasi manusia (HAM) di Tanah Air.  Bersama Tim Relawan untuk Kemanusiaan, Sumarsih mendata kondisi korban-korban pelanggaran HAM di Jakarta.

Dia  mendampingi para keluarga korban yang lain, agar mereka lebih kuat dan tetap mau memperjuangkan keadilan yang menjadi hak mereka. Perjuangan Sumarsih ternyata mendapat dukungan dari banyak pihak.  

Pada 10 Desember 2004,  Sumarsih mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien Award. Penghargaan ini makin menguatkan dirinya untuk terus melakukan Aksi Kamisan di depan Istana Kepresidenan.  

“Kalau kasus-kasus pelanggaran HAM itu diselesaikan dengan undang-undang yang berlaku, dengan jujur, terbuka, transparan, Kamisan selesai,”  ujar ibu Bernadinus Realino Norma Irawan atau Wawan, berkisah tentang 20 tahun reformasi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Angkat Kartu Merah di Aksi Kamisan, Ini Profil Sumarsih: Teguh Cari Keadilan untuk Anaknya

41 hari lalu

Ibunda mendiang Bernardinus Realino Norma Irmawan (Wawan), salah satu korban dari Tragedi Semanggi I, Maria Catarina Sumarsih menghadiri acara tabur bunga di Universitas Atmajaya, Jakarta, Senin, 14 November 2022. Tabur bunga itu untuk memperingati 24 tahun Tragedi Semanggi I yang kasusnya sampai saat ini belum tuntas. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Angkat Kartu Merah di Aksi Kamisan, Ini Profil Sumarsih: Teguh Cari Keadilan untuk Anaknya

Unggahan di Aksi Kamisan terbaru Sumarsih mendapat komentar banyak pihak, salah satunya fotografer Darwis Triadi.


Pengunjung Konser Salam Metal Tulis Pesan Usut Kasus Penculikan Aktivis 1998

55 hari lalu

Seorang peserta Konser Salam Metal Ganjar-Mahfud Menang Total menulis pesan berisi harapan kepada pasangan nomor urut 3 itu di sebuah mading yang diinisiasi Sat Set Movement di pelataran Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu, 3 Februari 2024. TEMPO/Ihsan Reliubun
Pengunjung Konser Salam Metal Tulis Pesan Usut Kasus Penculikan Aktivis 1998

Pengunjung Konser Salam Metal Ganjar-Mahfud Menang Total bisa mengisi mading untuk dituliskan berbagai pesan dari masyarakat.


Menteri Yasonna Laoly Minta Masyarakat untuk Terus Mendesak Penuntasan Kasus Kerusuhan Mei 1998

57 hari lalu

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly.
Menteri Yasonna Laoly Minta Masyarakat untuk Terus Mendesak Penuntasan Kasus Kerusuhan Mei 1998

Menteri Hukum dan HAM menerima sejumlah advokat dari TPDI yang meminta penuntasan kasus Kerusuhan Mei 1998.


Peristiwa Besar Mengiringi Lengsernya Soeharto, Termasuk 14 Menteri Mundur Bersama-sama

27 Januari 2024

Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat. wikipedia.org
Peristiwa Besar Mengiringi Lengsernya Soeharto, Termasuk 14 Menteri Mundur Bersama-sama

Beberapa peristiwa besar libatkan Soeharto hingga proses lengsernya, pada 21 Mei 1998. Termasuk kerusuhan Mei 1998 dan 14 menteri mundur bersama-sama.


Profil Sumarsih Pencari Keadilan untuk Anaknya di Setiap Aksi Kamisan hingga 17 Tahun Ini

19 Januari 2024

Maria Catarina Sumarsih, ibunda dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan) mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas dalam peristiwa Semanggi I. TEMPO/Subekti
Profil Sumarsih Pencari Keadilan untuk Anaknya di Setiap Aksi Kamisan hingga 17 Tahun Ini

Kisah Sumarsih, pencari keadilan untuk putranya yang terbunuh pada Tragedi Semanggi I. Sumarsih salah seorang penggerak Aksi Kamisan.


Soal HAM Jadi Isu Debat Capres Cawapres, Ini 12 Pelanggaran HAM Berat yang Masih Ditagih ke Pemerintah

12 Desember 2023

Jaringan Solidaritas Korban untuk Kekerasan (JSKK) melakukan Aksi Kamisan di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 4 Mei 2023. Aksi Kamisan ke-772 tersebut bertemakan 25 Tahun Reformasi Tegakan Supermasi Hukum dan HAM. Massa aksi menuntut pemerintah berkomitmen menegakan agenda reformasi dan amanat konstitusi. Menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. Memenuhi hak-hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat secara menyeluruh. TEMPO/Subekti.
Soal HAM Jadi Isu Debat Capres Cawapres, Ini 12 Pelanggaran HAM Berat yang Masih Ditagih ke Pemerintah

Masalah HAM menjadi isu debat capres cawapres Pemilu 2024 hari ini. Apa saja pelanggaran HAM berat yang masih jadi pekerjaan rumah pemerintah?


Amnesty Minta Negara Tak Lupa Usut Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

15 Mei 2023

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Foto: TEMPO | Hilman Faturrahman W
Amnesty Minta Negara Tak Lupa Usut Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

Amnesty International Indonesia meminta pemerintahan mengusut kekerasan seksual dalam Tragedi Kerusuhan Mei 1998.


Benarkah Cita-cita 25 Tahun Reformasi Luntur di Era Jokowi?

15 Mei 2023

Presiden Joko Widodo alias Jokowi (ketiga kanan) menyapa peserta pada puncak acara Musyawarah Rakyat (Musra) di Istora Senayan, Jakarta, Ahad, 14 Mei 2023. Dalam acara tersebut Presiden Joko Widodo menerima tiga nama bakal calon presiden yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Airlangga Hartarto serta empat nama bakal calon wakil presiden yakni Mahfud MD, Moeldoko, Arsyad Rasyid, dan Sandiaga Uno berdasarkan hasil Musra. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Benarkah Cita-cita 25 Tahun Reformasi Luntur di Era Jokowi?

Berbagai kasus pelanggaran ham berat masih banyak yang belum tuntas hingga 25 tahun reformasi. Kualitas demokratisasi juga jadi sorotan.


6 Tuntutan Aksi Mahasiswa Mei 1998, Reformasi Sudah Selesai?

12 Mei 2023

Ribuan mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR saat unjuk rasa menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, Mei 1998. Selain menuntut diturunkannya Soeharto dari Presiden, Mahasiswa juga menuntut turunkan harga sembako, dan cabut dwifungsi ABRI. TEMPO/Rully Kesuma
6 Tuntutan Aksi Mahasiswa Mei 1998, Reformasi Sudah Selesai?

Para mahasiswa pada aksi unjuk rasa Mei 1998 menyuarakan 6 tuntutan dalam reformasi. Apakah hari ini sudah selesai?


Masih Ingat Tragedi Trisakti 25 Tahun Lalu? Begini Kejadian yang Menewaskan 4 Mahasiswa Universitas Trisakti

12 Mei 2023

Mahasiswa dengan foto korban tragedi Mei mengikuti Peringatan 18 Tahun Tragedi 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta, 12 Mei 2016. Kegiatan tersebut untuk mengenang kembali empat mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas dalam aksi memperjuangkan reformasi. Tempo/Dian Triyuli Handoko
Masih Ingat Tragedi Trisakti 25 Tahun Lalu? Begini Kejadian yang Menewaskan 4 Mahasiswa Universitas Trisakti

Hari ini, 25 tahun silam, terjadi Tragedi Trisakti. Empat mahasiswa Universits Trisakri tewas dalam aksi demonstrasi menuntut reformasi. Siapa mereka?