Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

20 Tahun Reformasi, Cerita Sandyawan Bantu Korban Mencari Suaka

image-gnews
Christianto Wibisono adalah seorang analisis bisnis terkemuka di Indonesia serta pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia, saat ditemui di Appartement Kempinsky, Jakarta, 8 Mei 2018. Tempo/Muhammad Hidayat
Christianto Wibisono adalah seorang analisis bisnis terkemuka di Indonesia serta pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia, saat ditemui di Appartement Kempinsky, Jakarta, 8 Mei 2018. Tempo/Muhammad Hidayat
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sejarah Kerusuhan Mei 1998 adalah bagian dari pekatnya hitam sejarah Indonesia dalam peringatan 20 tahun reformasi. Tak hanya kerugian materil, psikologis masyarakat menjadi terguncang. Dan trauma pada manusia-manusia Jakarta, termasuk warga keturunan Tionghoa, adalah satu cerita dari rangkaian panjang kisah pilu minoritas Indonesia. 

Tak hanya Christianto Wibisono dan Rani Pramesti yang pergi mencari kehidupan yang lebih aman di luar negeri. Ribuan warga Tionghoa lain juga memilih eksodus dari Jakarta dan kota lain di Indonesia.  

Kisah-kisah warga Tionghoa yang pergi meninggalkan Indonesia atau mengungsi sementara dibenarkan oleh Sandyawan Sumardi. Romo Sandyawan, begitu dulu ia sering disapa, adalah anggota dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk guna mencari tahu latar belakang terjadinya Kerusuhan Mei 1998.

Menurut Sandyawan, saat itu dirinya sempat dimintai rekomendasi oleh beberapa korban Kerusuhan Mei 1998 untuk bisa mendapatkan suaka dan menjadi pengungsi di negeri lain. Sandyawan bercerita beberapa korban memilih negara seperti Australia dan juga beberapa Eropa seperti Belanda.

"Tapi paling banyak memilih ingin tinggal di Amerika," kata Sandyawan kepada Tempo, Sabtu, 28 April 2018.

Baca: 20 Tahun Reformasi, Cerita Yogya Plaza dan Korban Kerusuhan Mei

Selain itu, kata Sandyawan, banyak pula warga yang memilih menyingkir dari Jakarta ke wilayah lain di Indonesia yang saat itu dianggap aman. Wilayah tersebut misalnya, adalah Jogja dan juga Bali.

Namun, menurut catatan Sandyawan tak hanya warga Tionghoa saja yang waktu itu yang banyak mengungsi. Tapi banyak pula warga Jakarta lain yang memilih mengungsi saat pecah kerusuhan.

Ruth Indiah Rahayu, tim asistensi TGPF yang dulu bekerja di bawah kepemimpinan Sandyawan, berujar bahwa warga yang menyingkir dari Jakarta terjadi secara bergelombang. Ketika peristiwa kerusuhan meletus, kata Ruth, banyak juga warga yang menungsi ke rumah saudara yang tak jauh dari Jakarta.

“Tapi ada pula orang-orang yang memilih meninggalkan rumahnya dan memilih menungsi ke hotel-hotel di Jakarta,” kata Ruth ketika ditemui di rumahnya di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat, 27 April 2018.    

Menurut dia, hotel dianggap lebih aman dibandingkan rumah tinggal karena pihak hotel memiliki keamanan sendiri. Apalagi, beberapa hotel sejak peristiwa itu meletus menyewa beberapa aparat penegak hukum untuk membantu mengamankan hotel. 

Tapi tak sedikit pula warga Jakarta yang memilih meninggalkan Indonesia menuju Singapura, Australia dan bahkan Amerika. Termasuk diantaranya adalah para ekspatriat yang bermukim di Indonesia waktu itu.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ruth yang juga menjadi anggota pada Tim Relawan untuk Kemanusian (TRuK), menilai banyaknya warga Tionghoa yang menyingkir dari Jakarta saat kerusuhan maupun pasca-kejadian adalah respons yang wajar dan logis. Tugas tim itu salah satunya bekerja melakukan psikososial healing bagi komunitas warga yang trauma akibat terjadinya Kerusuhan Mei 1998.

"Bayangkan saja, rumahnya dihancurin, dibakar bahkan hingga ada yang mengalami kekekeran seksual," kata Ruth yang kini bekerja sebagai peneliti di Institut Kajian Kritis dan Studi Pembangunan Alternatif (Inkrispena).

Baca: Cerita 20 Tahun Reformasi, Kenangan Penjual Nasi Dicegat Polisi

Cerita banyaknya orang yang pergi menyingkir dari Jakarta saat meletusnya Kerusuhan Mei 1998 juga terekam dari berita media cetak waktu itu. Salah satu media cetak pada Sabtu, 16 Mei 1998 menulis bagaimana 300 orang meninggalkan Jakarta melalui Bandara Halim Perdanakusuma. Terekam pula bahwa kepadatan di Halim bahkan sudah terjadi sejak Jumat, 15 Mei 1998.

Diketahui, beberapa warga yang meninggalkan Jakarta ternyata menggunakan pesawat jet yang disewa dan pesawat jenis Fokker F-23 dan Boeing 737-400. Selain itu, penerbangan komersial yang berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta juga tampak padat sejak Jumat.

Terutama pada jalur penerbangan menuju negara-negara Asia terutama Singapura, Hongkong dan Jepang. Maskapai penyedia tiket penerbangan menuju Jepang dan Hongkong bahkan harus menambah kursi untuk menampung para warga yang ingin segera meninggalkan Jakarta.

Sandyawan menilai, cerita yang membawa banyak duka bagi warga yang menyingkir dari Jakarta adalah satu dari ratusan kelindan persoalan yang menyelimuti Indonesia saat itu. Kerusuhan tersebut, kata Sandyawan adalah sedimentasi dari tiga hal.

Pertama, adalah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997-1998. Kedua, dalam kondisi ekonomi yang terguncang, perebutan kekuasaan politik untuk menguasai sumber daya ekonomi menjadi tak terelakan. Ketiga, ada pula potensi konflik etnis yang sudah menggejala sejak awal tahun 1998.

"Hal ini bertumbuk bersamaan dan meledak menjadi Kerusuhan Mei 1998," kata dia.

Sejarah mencatat, usaha-usaha yang dilakukan tim TGPF untuk mengungkap latar belakang terjadinya peristiwa nyatanya gagal. Keberadaan mereka yang hanya bekerja selama tiga bulan tak mampu mengungkap siapa saja aktor yang bertanggung jawab terhadap peristiwa yang menandai 20 tahun reformasi itu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kampus-Kampus Kompak Bersuara, Eks Koordinator KontraS: 1998 Bisa Terulang

5 Februari 2024

Sejumlah Sivitas Akademika dan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyampaikan pernyataan sikap di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Senin, 5 Februari 2024. Sivitas Akademikan dan Alumni UIN Syarif Hidayatullah menyampaikan pernyataan sikap bertajuk
Kampus-Kampus Kompak Bersuara, Eks Koordinator KontraS: 1998 Bisa Terulang

Mantan Koordinator KontraS, Yati Andryani, meminta pemerintah mendengar kritik dari kampus soal kondisi politik saat ini


Menteri Yasonna Laoly Minta Masyarakat untuk Terus Mendesak Penuntasan Kasus Kerusuhan Mei 1998

1 Februari 2024

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly.
Menteri Yasonna Laoly Minta Masyarakat untuk Terus Mendesak Penuntasan Kasus Kerusuhan Mei 1998

Menteri Hukum dan HAM menerima sejumlah advokat dari TPDI yang meminta penuntasan kasus Kerusuhan Mei 1998.


Amnesty Minta Negara Tak Lupa Usut Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

15 Mei 2023

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Foto: TEMPO | Hilman Faturrahman W
Amnesty Minta Negara Tak Lupa Usut Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

Amnesty International Indonesia meminta pemerintahan mengusut kekerasan seksual dalam Tragedi Kerusuhan Mei 1998.


Jejak Samar Kekerasan Seksual Mei 98 di Surabaya

7 April 2023

Warga yang melakukan penjarahan di toko-toko pada saat kerusuhan Mei 98. RULLY KESUMA
Jejak Samar Kekerasan Seksual Mei 98 di Surabaya

Komnas Perempuan sedang menelusuri jejak kekerasan seksual Mei 1998 di Surabaya.


Dipicu Kekerasan Seksual 1998, Inilah Sejarah Berdirinya Komnas Perempuan

20 Agustus 2022

Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin (kiri) bersama Azriana (tengah) dan Masruchah saat  menggelar konferensi pers terkait tidak disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh DPR RI periode 2014-2019 di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Senin, 1 Oktober 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Dipicu Kekerasan Seksual 1998, Inilah Sejarah Berdirinya Komnas Perempuan

Komnas Perempuan dibentuk sebagai buntut tindak kekerasan terhadap perempuan dalam kerusuhan Mei 1998.


12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Pernah Ditangani Komnas HAM

27 Juli 2022

Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono yang juga Ketua tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mendalami kasus penembakan terhadap Brigadir J oleh Bharada E di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo bersama Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat memberikan keterangan pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat 15 Juli 2022. Kedatangan Wakapolri untuk melakukan pertemun dengan Komnas HAM terkait kasus kasus penembakan terhadap Brigadir J oleh Bharada E. TEMPO/Subekti.
12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Pernah Ditangani Komnas HAM

Selain kasus kematian Brigadir J, Komnas HAM banyak terlibat menangani kasus pelanggaran HAM berat lainnya. Apa saja kasus tersebut?


Catatan 5 Peristiwa Sebelum Soeharto Lengser sebagai Presiden RI

14 Mei 2022

Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat. wikipedia.org
Catatan 5 Peristiwa Sebelum Soeharto Lengser sebagai Presiden RI

Peristiwa 12 sampai 15 Mei 1998 di Jakarta dikenal sebagai Kerusuhan Mei 1998 menjadi satu penyebab Soeharto lengser sebagai Presiden pada 21 Mei 1998


Kronologi Tragedi Kerusuhan 12 - 15 Mei 1998, Gugur 4 Mahasiswa Trisakti

13 Mei 2022

Seorang mahasiswa menabur bunga memperingati tragedi 12 Mei 1998 di kampus Universitas Trisakti, Jakarta (12/5).  ANTARA/Paramayuda
Kronologi Tragedi Kerusuhan 12 - 15 Mei 1998, Gugur 4 Mahasiswa Trisakti

Peristiwa 12 sampai 15 Mei 1998 di Jakarta dikenal sebagai Tragedi Mei 1998. Empat mahasiswa Trisakti tewas ditembak dan timbulnya kerusuhan massa.


Mengenang Moses Gatotkaca Korban Peristiwa Gejayan Mei 1998

13 Mei 2022

Pengunjung mengamati karya fotografi yang dipamerkan saat Pameran Foto Peristiwa 1998 di Fakultas Adab & Ilmu Budaya Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 3 Mei 2018. ANTARA
Mengenang Moses Gatotkaca Korban Peristiwa Gejayan Mei 1998

Bentrokan menewaskan mahasiswa Moses Gatotkaca saat Peristiwa Gejayan Mei 1998. namanya kini abadi sebagai nama jalan di Yogyakarta.


Dunia Kecam Kerusuhan Mei 1998, Indonesia Dianggap Gagal Lindungi Warga Negara

14 Mei 2021

Kerusuhan Mei 1998, menjelang Soeharo lengser, berupa amuk massa, pembakaran, penjarahan dan pemerkosaan. Ita Marthadinata, korban pemerkosaan, yang kemudian dibunuh sehari menjelang ia pergi ke PBB untuk sampaikan testimoni. MARIA FRANSISCA
Dunia Kecam Kerusuhan Mei 1998, Indonesia Dianggap Gagal Lindungi Warga Negara

Pemerintahan Indonesia mendapat kecaman keras dari Singapura, Taiwan, Malaysia, Thailand dan Amerika Serikat saat terjadi kerusuhan Mei 1998.