TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menilai akan ada potensi balas dendam dari para pendukung Aman Abdurrahman, bila majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum untuk menghukum mati Aman Abdurrahman.
"Sangat mungkin bagi mereka melakukan serangan balasan, karena tidak terima akan vonis," kata Harits saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 19 Mei 2018. Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman merupakan pimpinan organisasi teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Aman Abdurrahman menjadi terdakwa dalam kasus serangkaian teror, mulai dari bom Sarinah Thamrin hingga bom gereja Samarinda. Atas perbuatannya, jaksa menuntut Aman dengan pidana mati pada Jumat, 18 Mei 2018.
Menurut Harits, Aman Abdurrahman menjadi figur kunci dalam JAD. Aman bisa dianggap sebagai ideolog dan guru bagi mereka yang terafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS. Terlebih, selama ini memang Aman lah yang dianggap pemimpin ISIS tertinggi di Indonesia. "Jadi ada potensi terganggunya keamanan, aparat harus memikirkan," ujar Harits.
Pengacara Aman Abdurrahman, Asrudin Hatjani,mengakui kliennya ikut membawa pesan dari Abu Bakr Al-Baghdadi, pimpinan ISIS di Suriah. Pesan itu disampaikan Aman kepada para pengikutnya di JAD. "Benar dia menghimbau pengikutnya untuk ke Suriah membantu perjuangan khilafah di sana," kata Asrudin.
Jaksa Mayasari mengaku menyadari adanya potensi balas dendam jika tuntutan mati terhadap Aman Abdurrahman dikabulkan oleh majelis hakim. Tapi di sisi lain, hukuman tegas tetap harus diberikan sebagai peringatan terhadap kelompok pendukung ISIS di Indonesia.
Menurut Mayasari, jaksa hanya bisa masuk di wilayah penegakan hukum terhadap Aman Abdurrahma yang berstatus terdakwa. "Jika Aman dituntut mati dan sulit membendung kelompoknya, itu hal lain yang menjadi wilayah kerja BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)," kata Maya.