TEMPO.CO, Bekasi - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi mengesahkan peraturan daerah tentang Kartu Sehat berbasis nomor induk kependudukan (NIK) pada awal bulan ini. Artinya, payung hukum program kesehatan dari pemerintah tersebut makin kuat dari sebelumnya hanya dipayungi peraturan wali kota.
"Ada kepastian hukum berkesinambungan dalam program ini," kata Anggota Komisi 4 DPRD Kota Bekasi, Ahmad Ushtuchri, Senin, 21 Mei 2018. Ia menilai program Kartu Sehat sesungguhnya merupakan solusi nyata berbagai kendala di lapangan, dan yang kerap dikeluhkan adalah pelayanan.
Baca juga:
Menurut Ushtuchri, dengan kartu ini, semua rumah sakit di Kota Bekasi wajib melayani pasien pemegang kartu tersebut. Kartu ini, kata dia, tidak membedakan status baik keluarga miskin ataupun mampu. "Ini adalah program yang sangat pro terhadap masyarakat," ujarnya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini menyatakan, dengan disahkannya peraturan daerah Kartu Sehat (KS) NIK, ia berharap tak ada lagi polemik jaminan anggaran. "Secara otomatis akan dianggarkan setiap tahun. Nilainya tergantung kebutuhan yang diusulkan oleh pemerintah karena amanah dari perda," ucap Ushtuchri.
Ushtuchri mengatakan perda tersebut juga menjawab pertanyaan masyarakat perihal masa berlaku Kartu Sehat. Selama ini, masa berlaku kartu itu hanya setahun dalam setiap mata anggaran. Sebab, ia menambahkan, payung hukumnya hanya berupa peraturan wali kota (perwal). "Ke depan bisa dihilangkan, itu hanya masalah teknis," tutur Ushtuchri.
Baca juga:
Pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tanti Rohilawati, mengatakan adanya perda tersebut membuat payung hukum KS NIK makin kuat. Sehingga dapat diimplementasikan setiap tahun pada tahun-tahun berikutnya. "Ini sudah menjadi produk negara," katanya. "Kami sedang menyusun turunan perda berupa perwal yang mengatur lebih detail."
Menurut Tanti, pihaknya tahun ini mengalokasikan dana Rp 150 miliar untuk meng-cover warganya yang berobat menggunakan kartu tersebut. Rinciannya, Rp 50 miliar ditaruh di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi, sementara sisanya disiapkan untuk semua rumah sakit swasta di Kota Bekasi. "Termasuk belasan rumah sakit di Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Jakarta," ujar Tanti.
Nanti menilai, hingga Mei 2018, dana khusus rumah sakit swasta dan di luar Kota Bekasi telah terserap sekitar 50 persen. Karena itu, kata dia, pada anggaran belanja tambahan akan menambah hingga Rp 50 miliar lagi. "Rata-rata kebutuhan biaya berobat, tak lebih dari Rp 200 miliar," ucapnya.
Menurut Tanti, angka Rp 200 miliar itu berdasarkan hitungan terbanyak angka kesakitan di Kota Bekasi, yaitu 30 persen dari total penduduk sekitar 2,6 juta jiwa. Dari 30 persen, kata dia, tak lebih dari 10 persen butuh biaya maksimal hingga Rp 8 juta setiap orang.
Tanti mengatakan, dengan alasan itu, pemerintah Kota Bekasi tidak mengintegrasikan Jaminan Kesehatan Daerah dengan Jaminan Kesehatan Nasional-Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. "Kalau diintegrasi, maka dana yang dibutuhkan untuk premi kelas 3 setiap tahun Rp 460 miliar," ucap Tanti.