TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik SosialFakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Solahudin, mengatakan pernyataan pemimpin Jamaah Ansharud Daulah (JAD) Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman yang mengutuk bom Surabaya, Jawa Timur, karena sudah di luar kendalinya.
Walaupun sebagai rujukan keagamaan oleh anggota Jamaah Ansharud Daulah (JAD). “Dia kehilangan kendali, tepatnya setelah Aman Abdurrahman dimasukan sel isolasi pasca kasus bom Thamrin 2016,” ujar Solahudin kepada Tempo, Jumat, 25 Mei 2018.
Pernyataan terdakwa sejumlah kasus nbom di Indonesia itu menghujat serangan bom melibatkan balita, kata Solahudin, bisa diakibatkan amaliah itu tanpa restunya. Akses untuk berkomunikasi dengan sel JAD untuk memberi fatwa tidak dimilikinya.
“Salah satu alasannya dia diisolasi sehingga kemungkinan untuk komunikasi dengan pengikutnya cukup sulit,” ujar Solahudin.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat, 25 Mei 2018, Aman Abdurrahman mengecam aksi bom bunuh diri di Surabaya yang terjadi pada 13-14 Mei 2018. “Kejadian di Surabaya itu adalah tindakan dari orang-orang yang sakit jiwanya," kata Aman Abdurrahman saat membacakan pleidoi.
Aman Abdurrahman menjadi terdakwa kasus teroris bom Sarinah, bom Kampung Melayu, bom gereja Samarinda, hingga penusukan polisi di Bima, Nusa Tenggara Barat. Jaksa menuntut Aman Abdurrahman dihukum mati karena menjadi otak dari sejumlah aksi teror tersebut.