TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan berkah Ramadan. Musababnya, capaian itu kembali diraih setelah pemerintah DKI 'puasa' WTP empat kali berturut-turut.
"Ramadan tahun ini terasa membawa berkah bagi Pemprov DKI Jakarta, karena terakhir kita mendapatkan opini WTP itu atas laporan tahun 2012," kata Anies Baswedan di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Senin, 28 Mei 2018.
Baca Juga:
Pemerintah DKI Jakarta hari ini menerima laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2017. Kendati mengungkap sejumlah temuan, BPK mengganjar pemerintah DKI dengan opini WTP.
Anggota V BPK RI Isma Yatun mengatakan opini itu diberikan berdasarkan pemeriksaan LKPD tahun 2017 dan implementasi atas rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh pemerintah DKI Jakarta. Menurut Isma, pemerintah DKI telah menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK sebelumnya.
Anies Baswedan mengatakan pencapaian WTP kali ini merupakan kerja keras dari seluruh jajarannya. Setiap pekan, kata Anies Baswedan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno memimpin rapat road to WTP untuk menindaklanjuti temuan BPK sebelumnya serta membenahi pencatatan aset yang banyak bermasalah di DKI. "Mereka bekerja siang malam dalam artian sesungguhnya," kata Anies Baswedan.
Menurut Anies Baswedan, opini BPK yang disampaikan hari ini menjadi babak baru bagi pengelolaan keuangan pemerintah DKI ke depannya. Pemerintah DKI berkomitmen menindaklanjuti temuan BPK dan membereskannya. "Yang masih jadi catatan sekarang akan kami tindak lanjuti, kami bereskan," ujar Anies Baswedan.
Sejumlah catatan BPK untuk Gubernur Anies Baswedan ini terkait dengan sistem pengendalian intern (SPI) dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. BPK menemukan pencatatan dan penagihan kewajiban fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) yang belum optimal, penatausahaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) belum memadai, serta keterlambatan penyelesaian pembangunan rumah susun, gedung sekolah, rumah sakit, dan Puskesmas.