TEMPO.CO, JAKARTA - Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna mengatakan, Pemerintah Daerah DKI Jakarta sebaiknya meniru pola pengelolaan air yang dilakukan oleh Singapura dalam menghadapi kemarau yang sebentar lagi datang.
Menurut Yayat, tata kelola air Jakarta, khususnya dalam konteks daur ulang, masih jauh dari maksimal. "Singapura itu tidak punya sumber mata air. Mereka dapatnya (pasokan air) dari Johor, Malaysia. Tapi mereka bisa memanfaatkan sistim daur ulang yang maksimal," kata Yayat saat dihubungi Tempo siang tadi, Sabtu, 2 Juni 2018.
Pernyataan Yayat ini menanggapi musim kemarau yang diramalkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geoisika (BMKG) yang segera melanda Pulau Jawa, khususnya Jakarta dan Depok.
Wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno pekan lalu meresmikan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) PAL-Andrich Tech System. Andrich Tech merupakan teknologi pengelolaan air limbah tinja buatan dua ilmuwan PT MJH Lestari Internasional, yakni Andri Oba dan Chairunnas.
Menurut Direktur Utama PD PAL Jaya Subekti, limbah tinja itu dapat diolah menjadi air bersih yang baku mutunya tinggi, yakni 68. Namun dia tak menyarankan air itu dikonsumsi. Kata dia, air bersih hasil olahan itu dapat digunakan untuk utilitas, seperti menyiram tanaman, mengairi sawah atau kolam ikan, mencuci mobil, dan MCK (mandi, cuci, kakus).
"Secara kualitas sebenarnya sudah air minum, tapi kan tidak semata-mata itu," kata Subekti pada Jumat, 25 Mei 2018.
Yayat mempermasalahkan mengapa tidak ada kantung-kantung penyimpanan air hujan yang optimal di Jakarta sebagai cadangan pasokan air bersih di kala musim kemarau. Di Singapura, dia kembali mencontohkan, air hujan dimanfaatkan secara maksimal. Sekitar lebih dari 70 persennya ditampung sebagai cadangan.
Yayat menyebut negara dengan julukan Kota Singa itu juga memanfaatkan limbah air yang datang baik dari perseorangan, rumah tangga, maupun perkantoran untuk nantinya didaur ulang. "Ada gerakan menabung dan menyimpan air di Singapura. Kalau kita, kan dibuang ke laut semua."