TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) mempertanyakan penjualan saham PT Aetra Air Jakarta (Aetra) dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) pada Juni dan September 2017 lalu.
Pertanyaan ini tertuang dalam kontra memori peninjauan kembali (PK) yang disampaikan Koalisi kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 5 Juni 2018.
Baca: Koalisi Desak Anies Baswedan Hentikan Swastanisasi Air
"Mengapa proses jual beli saham masih bisa terjadi ketika dasar hukum kebijakan swastanisasi air Jakarta, melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap batal dan harus dihentikan?" demikian tertulis dalam salinan berkas kontra memori PK yang diterima Tempo.
Kontra memori ini merupakan tanggapan atas memori PK yang diajukan Kementerian Keuangan dalam rangka peninjauan kembali atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 31 K/Pdt/2017 tanggal 10 April 2017 yang memutuskan memenangkan Koalisi dalam gugatan citizen lawsuit swastanisasi air Jakarta.
Baca Juga:
Baca: TGUPP Berkukuh Tolak Swastanisasi Air Jakarta, Apa Dampaknya?
Mahkamah Agung memenangkan gugatan koalisi perihal penghentian swastanisasi air Jakarta. MA memerintahkan pengelolaan air di ibu kota, yang sebelumnya dikelola bersama Aetra dan Palyja, dikembalikan kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PAM) Jaya.
Dalam kontra memorinya, koalisi menyebut Aetra dan Palyja telah berupaya melarikan diri dari putusan MA dengan menjual saham. Awalnya, 95 persen saham Aetra dikuasai Acuatico.
Adapun saham Acuatico sebelumnya dimiliki oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Roesan Roeslani dan pengusaha Sandiaga Uno melalui PT Recapital Advisors. Sandiaga melepas perusahaannya setelah terpilih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Baca: Swastanisasi Air, Anies Baswedan Pastikan DKI Tak Ikuti Kemenkeu
Saham Acuatico lalu dibeli oleh Moya Indonesia Holdings. Berdasarkan laporan Moya Holdings Asia Limited di Bursa Efek Singapura (Singapore Stock Exchange), Moya Holdings Indonesia telah mengakuisisi seluruh saham Acuatico senilai US$ 92,87 juta atau setara dengan Rp 1,24 triliun. Direktur Eksekutif Moya Holdings Asia Limited Simon A. Melhem mengatakan, proses jual beli saham dilakukan pada 8 Juni 2017.
Pada September 2017, saham Palyja juga berganti kepemilikan. PT Astratel Nusantara dan Suez Environment selaku pemilik saham Palyja melepas seluruh saham di perusahaan operator air bersih itu.
Astratel, selaku anak usaha PT Astra International Tbk, bersama Citigroup melepas 49 saham Palyja kepada perusahaan lokal PT Mulia Semesta Abadi. Sedangkan, Suez Environment menjual 51 persen saham Palyja kepada perusahaan di Singapura, Future Water Ltd.
Baca: Koalisi Tolak Swastanisasi Air Kecewa Berat Kemenkeu Ajukan PK
"Sebagaimana diketahui putusan Mahkamah Agung diketok pada 20 April 2017," demikian tertulis dalam kontra memori PK.
Koalisi menjawab seluruh poin memori PK yang diajukan Kementerian Keuangan. Koalisi juga menyertakan data kerugian pemerintah DKI, dalam hal ini PAM Jaya, akibat perjanjian kerja sama dengan Aetra dan Palyja.
Mengutip hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2017 atas laporan keuangan PAM Jaya tahun 2016, PAM Jaya mengalami kerugian sebesar Rp 1,2 triliun dan ekuitas negatif sebesar Rp 945 miliar per 31 Desember 2016.
Baca: Keruh Swastanisasi Air, Kenapa Sandiaga Uno Pilih Patuhi Kasasi?
"Atas hal-hal tersebut, KMMSAJ mendesak Mahkamah Agung melalui majelis hakim PK kembali menolak peninjauan kembali yang diajukan Menteri Keuangan," kata salah satu perwakilan Koalisi Menolak Swastanisasi Air Jakarta dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Nelson Simamora, melalui keterangan tertulis pada Selasa, 5 Juni 2018.