TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) pesimistis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat menyerap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD DKI hingga akhir tahun ini.
"Pastinya tidak akan terserap semua. Agak berat kalau pertengahan tahun di bawah sebesar 30 persen," kata ekonom Indef, Bhima Yudhistira, Rabu, 20 Juni 2018.
Baca: Penyerapan APBD Kalah dengan Ahok, Anies Baswedan Punya Jawaban
Penyerapan APBD DKI hingga pertengahan Juni 2018 masih mencapai sekitar 24 persen dari total anggaran. Adapun total APBD yang dianggarkan tahun ini mencapai Rp 77,11 triliun.
Dia menyayangkan APBD tersebut tidak terserap secara optimal hingga pertengahan tahun ini. Padahal, dengan jumlah serapan yang maksimal dan merata setiap kuartalnya, anggaran ini dapat berguna untuk menggerakkan sektor usaha, terutama berkaitan dengan proyek pemda DKI.
"Kalau APBD tidak terserap maksimal, perekonomian Jakarta menjadi kurang bagus," ucapnya.
Baca: Terkendala Lahan, Pemprov DKI Jakarta Coret Sejumlah Program 2018
Menurut Bhima, Pemerintah Provinsi DKI harus menjadikan pengalaman tahun ini menjadi pembelajaran ke depan. Dengan demikian, diharapkan Pemprov DKI lebih realistis dalam perencanaan anggaran tahun depan.
"Tahun depan bisa dioptimalkan dengan membuat program yang lebih realistis, perencanaan yang lebih matang, satuan kerja perangkat daerah (SKPD) diharapkan bisa lebih cepat merealisasi anggaran, dan proses lelangnya dapat lebih cepat," ujarnya.
Baca: Penyerapan APBD DKI Baru 24 Persen, Sandiaga Uno: Efek Stik Hoki
Bhima menilai lambatnya penyerapan APBD DKI tahun ini dipengaruhi oleh faktor pemimpin Pemprov DKI saat ini, yaitu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno baru menjabat kurang dari setahun. Karena itu, keduanya masih memerlukan penyesuaian.
"Mungkin pemerintah baru, jadi masih ada penyesuaian. Ada hambatan dari level perencanaan sampai teknis," tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno berupaya agar penyerapan APBD DKI tidak mengalami fenomena yang disebut sebagai effect stick hockey (diagram stik hoki).
Baca: Anggaran Janggal APBD DKI Jakarta yang Nongol di Tengah Jalan
Diagram ini menandakan penyerapan APBD pada awal tahun tercatat lambat tapi meningkat tajam pada akhir tahun.
Hal ini yang menjadi kekhawatiran Pemprov DKI, karena penyerapan besar-besaran di akhir tahun dinilai berisiko tinggi.
"Kami menginginkan ada perubahan dari pola penyerapan seperti ini, karena ini tidak sehat. Karena itu, kami mendorong masing-masing SKPD membuat kurva yang lebih bisa dilakukan penyerapan pada awal-awal triwulan pertama dan kedua," kata Sandi, Selasa lalu.
Dia menilai penyerapan anggaran pada kuartal pertama dan kedua tahun ini mengalami perbaikan. Namun penyerapan tersebut dinilai tidak signifikan.
Dengan demikian, Pemprov DKI berharap penyerapan APBD pada kuartal ketiga tahun ini dapat lebih baik dibandingkan dengan semester pertama 2018.
"(Agar) tidak ada penumpukan penyerapan di akhir triwulan keempat, yaitu Desember, seperti pola sebelum ini. Jadi ini yang akan kami terus pantau," ucapnya.
Baca: Banyak Dikoreksi, Rancangan APBD DKI 2018 Malah Naik Rp 6,5 M
Sandiaga Uno berujar, kendala dari permasalahan penyerapan anggaran yang minim ini adalah perencanaan yang kurang maksimal.
"Perencanaan itu harus kami perbaiki. Jadi, kalau ada perencanaan yang kurang sempurna, kami akan coret. Jadi tidak ada anggaran atau penyerapan yang dilakukan tanpa perencanaan lebih baik ke depan," tuturnya.
Dia mencontohkan, penundaan penyerapan anggaran APBD DKI bisa terjadi, antara lain, karena pembangunan yang akan dilakukan bermasalah dalam hal pembebasan lahan. "Kami kadang-kadang menganggap enteng, sebagai Pemprov DKI, perizinannya gampang diurus. Ternyata perizinan-perizinan, khususnya masalah lahan-lahan yang dimiliki Pemprov DKI, itu yang memerlukan waktu dan akhirnya tidak bisa tereksekusi," kata Sandiaga.
BISNIS.COM