TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim memvonis terdakwa kasus terorisme, Aman Abdurrahman, dengan hukuman mati dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 22 Juni 2018. Sebelumnya, Aman beberapa kali dipidana akibat kasus yang sama.
Nama Aman mulai dikaitkan dengan aksi terorisme sejak terjadi ledakan di rumah kontrakannya di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, pada 21 Maret 2014. Ia kemudian divonis tujuh tahun penjara karena terbukti melakukan perakitan bom yang menyebabkan ledakan. Aman mendekam selama lima tahun di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur.
Tak lama setelah bebas, Aman Abdurrahman kembali terjerat kasus pelatihan militer di Perbukitan Jalin Jantho, Aceh, pada 2010. Ia pun dipenjara di Nusakambangan, Jawa Tengah, hingga 12 Agustus 2017 setelah menerima remisi 20 bulan kurungan.
Bukannya bebas, Detasemen Khusus 88 Antiteror menciduk dan menggelandang Aman ke Markas Komando Korps Brigade Mobil (Mako Brimob) Kelapa Dua, Depok. Ia didakwa sebagai otak serangan bom Sarinah di Jalan M.H. Thamrin pada 14 Januari 2016. Sejak itu, ia menjalani penahanan di Mako Brimob hingga saat ini dan didakwa sebagai otak beberapa pengeboman di Indonesia.
Aman juga didakwa berada di balik serangan bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur; bom di gereja di Samarinda, Kalimantan Timur; penyerangan kantor Kepolisian Daerah Sumatera Utara; serta penyerangan terhadap polisi di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Dalam persidangan, majelis hakim, yang dipimpin Akhmad Jaeni, menyatakan Aman terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme dan memberikan vonis maksimal hukuman mati. Pengacara Aman, Asludin Hatjani, mengatakan akan pikir-pikir lebih dulu atas vonis tersebut.
Asludin mengatakan masih akan melanjutkan konsultasi dengan kliennya tersebut. Namun, kata dia, kemungkinan besar kliennya akan bergeming dan tidak akan melakukan banding. Kemungkinan itu terbaca dari lambaian tangan Aman saat tim pengacara memilih pikir-pikir lebih dulu ketika menjawab vonis hakim.
“Dari isyarat (Aman Abdurrahman), saya lihat dia tidak ada keinginan (banding). Saat saya menyatakan pikir-pikir, dia kelihatan menolak dengan melambaikan tangan,” ujar Asludin.