TEMPO.CO, Jakarta - HUT Jakarta sudah yang ke-491, namun ada yang bertahan, meski sempat jatuh-bangun di Ibu Kota ini: perfilman. Film dan bioskop pernah berjaya pada era 1980-an. Saat itu, film remaja menjadi medium yang sangat berpengaruh dalam mencetak tren film dan mode.
Film Catatan si Boy, Lupus, atau Flashdance, adalah beberapa judul film yang cukup kuat dalam memengaruhi pergaulan remaja kala itu. Menyambut HUT Jakarta, aktris yang ngetop era 1980-an, Ria Irawan, mengingat memorinya tentang dunia film saat itu.
Menurut Ria Irawan, bioskop yang menayangkan film-film yang sedang ngehits pada era 80-an, selalu dipadati anak-anak muda. Pembeli tiket antre sampai keluar gedung. Sehingga tidak aneh saat antrean tinggal setengah lagi, loket tutup.
Untuk memanjakan penonton sekagus menangguk uang, pengusaha bioskop juga memutar film hingga dinihari, bahkan memutar fim pada siang hari. “Ada midnight show dan siang,” kata Ria kepada Tempo.
Selain bioskop yang dijadikan lokasi nongkrong anak muda era 1980-an adalah studio radio. Uniknya, bisnis radio dan film bisa dipadukan. Maka, pemutaran film pun tidak hanya diselenggarakan oleh bioskop, tetapi kerap atas inisiatif radio swasta dalam acara off-air mereka.
Radio, saat itu kerap menyelenggarakan nobar alias nonton bareng di gedung bioskop yang telah mereka sewa. Salah satunya di Kartika Chandra Theatre (sekarang Hollywood XXI). Mereka sendiri pula yang menyiapkan filmnya. Biasanya film yang diputar berkaitan dengan tema remaja, seperti film breakdance, atau gaya tarian yang sangat populer saat itu.
“Madnight show, tayangan film bioskop minggu siang. Diselenggarakan biasanya oleh radio, diputernya. Film yang diputer biasanya film-film musical gitu, kayak Flashdance, dan itu bukan film-film reguler yang ditayangkan di bioskop,” kata Ria.
Ria mengenang masa-masa film bertema breakdance seperti Flashdance dan Electric Boogie banyakk digandrungi, bahkan menurutnya film ini ikut mempengaruhi pergaulan remaja tahun 1980-an.
Nyatanya, kata Ria, gaya tarian itu cukup banyak dipraktikkan oleh para model di Jakarta. Mereka berpakaian seperti layaknya para penari dalam film. Anak-anak muda kebanyakan juga banyak meniru gaya yang diperankan pemain dalam film. “Waktu itu zaman breakdance, jaman masih (pakai) leg warmer penghangat betis, padahal di Jakarta panas,” ujar Ria.
Film dalam negeri pun turut mewarnai khazanah tren anak muda kala itu, contohnya Lupus, dan Catatan si Boy. Menurut Ria kedua film ini cukup berpengaruh karena gaya masing-masing tokoh utama banyak ditiru anak muda, Lupus dengan tas panjang dan permen karet, dan yang lebih banyak ditiru anak muda Ibu Kota yaitu Boy dengan mobil BMW tipe E30, lengkap dengan tasbih di kaca spion tengah.
“Kalau anak Jakarta lebih banyak ke Catatan si Boy. Mobil Mercedes Benz atau BMW yang waktu itu mulai hits, pasti di kaca spionnya ada tasbih, karena itu kebiasaannya mas Boy. Sama kayak orang-orang pake tas panjang sambil makan permen karet, karena kayak Lupus,” Ria Irawan.
Film-film itu, ujar Ria Irawan, mudah didapatkan di banyak tempat. “Di Jakarta Selatan ada Bulungan dan Garden Hall, di Jakarta Pusat ada Menteng, Metropole, dan Jakarta Theater. Di Jakarta Barat ada Roxy, Palmerah, terus di Jakarta Timur ada Orion,” kata Ria Irawan.
Aktris yang turut berperan dalam film Lupus ini menyayangkan langkanya gedung-gedung bioskop independen pada HUT Jakarta sekarang ini. Ia mengaku kesulitan mencari bioskop yang tidak menyatu dengan pusat perbelanjaan. “Sekarang nyari bioskop yang gak di mall juga susah. Cuma ada Metropole, dan Taman Ismail Marzuki,” ujar Ria Irawan.
FIKRI ARIGI | ALI ANWAR