TEMPO.CO, Bogor - Bupati Bogor Nurhayanti mengatakan penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap gugatan yang diajukan gabungan pengemudi ojek online mengenai revisi Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Bogor Nomor 27 Tahun 2007 tentang Angkutan Orang dengan Sepeda Motor.
"Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun 2017 ini cantolannya dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perbup ini khusus mengatur transportasi umum roda dua, baik online maupun konvensional," ujarnya, Rabu, 4 Juli 2018.
Baca Juga:
Penolakan MK terhadap gugatan yang diajukan gabungan pengemudi menyebabkan angkutan roda dua belum masuk kategori angkutan umum. Peraturan bupati tersebut, kata Nurhayanti, mengatur kewajiban penyedia jasa ojek online, wilayah operasional ojek online dan konvensional, serta kewajiban pengendara ojek online ataupun konvensional.
"Mereka diatur wilayah operasional, zona menaikkan penumpang, dan mereka dibolehkan mengantar pengguna jasa ke luar wilayah Kabupaten Bogor,” ucap Nurhayanti.
Lebih jauh, Nurhayanti menuturkan penyedia jasa ojek online yang telah dipayungi peraturan itu diwajibkan membawa akte pendirian perusahaan beserta pengesahan dari kementerian yang berwenang, fotokopi nomor pokok wajib pajak atas nama badan hukum, surat keterangan catatan kepolisian, fotokopi surat izin mengemudi (SIM) C, fotokopi kartu tanda penduduk, dan fotokopi surat tanda nomor kendaraan.
“Sementara untuk pengemudinya, baik online maupun konvensional, diharuskan membawa kendaraan yang layak jalan, memiliki SIM C, memberikan pelayanan aman dan nyaman kepada pengguna jasa, mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, serta mendukung program pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah dalam pengembangan pelayanan angkutan penumpang umum,” tutur Nurhayanti.
Penyedia jasa ojek online, kata Nurhayanti, juga wajib memberikan data anggotanya yang ada di Kabupaten Bogor kepada Dinas Perhubungan setiap bulan, menyediakan pangkalan bagi pengendaranya, menunjuk penanggung jawab, memberikan sanksi kepada pengendara yang melanggar, memberikan kartu identitas dan seragam yang diberikan tanda khusus oleh Dinas Perhubungan, mengasuransikan pengendaranya, serta menggunakan aplikasi dan transaksi elektronik yang sesuai dengan aturan.
Kepala Bidang Angkutan Dudi Rukhmayadi menuturkan, jika ada yang melanggar aturan tersebut, Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor berhak memberikan sanksi kepada penyedia jasa hingga mengusulkan ke kementerian terkait untuk membekukan izin operasionalnya.
"Sebelum mengusulkan untuk membekukan izin operasionalnya, tentunya Dinas Perhubungan memberikan teguran sebanyak tiga kali. Apabila usul pembekuan diterima oleh kementerian, maka kami berhak menghentikan seluruh kegiatan penyedia jasa ojek online," katanya.
Para pengendara ojek online dan konvensional ini, Dudi melanjutkan, juga dilarang menyimpan kendaraan bermotor di badan jalan, bahu jalan, halte, dan trotoar. Mereka juga dilarang menaikkan pengguna jasa di kawasan terminal, di jalan yang telah dilayani angkutan kota dalam trayek (kecuali saat tidak ada pelayanan angkutan kota dalam trayek).
“Khusus pengendara ojek online, mereka juga tidak boleh menaikkan pengguna jasa di pangkalan ojek konvensional serta menunggu pengguna jasa bukan di tempat yang telah disediakan operator aplikasi," ujar Dudi.