TEMPO.CO, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menganggap instruksi Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis menembak mati pelaku begal bertentangan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap).
"Pasal 5 Perkap Nomor 1 Tahun 2009 ada tahapan penggunaan kekuatan oleh polisi terhadap pelaku kejahatan. Tidak boleh langsung tembak dengan tujuan mematikan tersangka," ujar Kepala Bidang Advokasi Fair Trial LBH Jakarta Arif Maulana di kantornya, Rabu, 18 Juli 2018.
Baca juga: Pelaku Penjambretan Melawan, Kapolda Metro: Tembak di Tempat
Arif menganggap polisi tidak diperbolehkan menembak untuk mematikan tersangka dengan alasan apapun. Soalnya, berdasarkan Perkap Nomor 1 dan Nomor 8 Tahun 2009, polisi hanya boleh menembak dengan tujuan peringatan dan melumpuhkan.
"Dalam kondisi membahayakan pun, polisi hanya boleh melumpuhkan. Tugas mereka menegakkan hukum serta menahan pelaku kejahatan untuk diadili di pengadilan," kata Arif. "Polisi bukan aparat keamanan yang berfungsi membunuh penjahat."
Menurut Arif, instruksi yang diberikan Idham tergolong pembunuhan di luar pengadilan atau extra judicial killing. Soalnya, ia menganggap langkah tembak mati itu merupakan bentuk perampasan hak para tersangka untuk hidup dan mendapatkan keadilan. LBH Jakarta, kata Arif, mendesak polisi, khususnya, Polda Metro Jaya menghentikan aksi main tembaknya itu.
Baca: Tembak Mati Begal, Polisi Diingatkan Peristiwa Petrus Zaman Orba
Seperti diketahui sebelumnya, selama operasi buru jambret dan begal, polisi menembak 52 orang yang diduga sebagai pelaku jambret dan begal. Sebanyak 41 orang ditembak di bagian kaki dan 11 lainnya tewas.
Rumah Sakit Polri Kramatjati telah menerima 10 dari 11 jasad terduga pelaku jambret dan begal yang ditembak mati. Kepala Instalasi kedokteran Forensik RS Polri Kramatjati Komisaris Besar Edi Purnomo mengatakan seluruh mayat para pelaku jambret dan begal itu mengalami luka tembak di bagian dada.