TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Anies Baswedan membantah ada wali kota dan pejabat yang tidak diberi jabatan setelah diberhentikan dari posisinya. Anies mengatakan pejabat yang diberhentikan ditempatkan sebagai staf di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) DKI.
Baca: Anies Minta KASN Tak Panaskan Polemik: Mau Kenceng-kencengan?
Baca Juga:
Menurut Anies, semua pejabat itu akan ditempatkan di BPSDM, kecuali yang usianya sudah di atas 58 tahun. Mereka akan dipensiunkan karena PNS pensiun di usia 58 tahun.
"Bila sedang menjabat, dijadikan jadi 60 tahun eselon itu posisi. Kalau dia tidak dalam posisi itu, harus pensiun, jangan dibalik logikanya," kata Anies di Balai Kota DKI, Selasa, 17 Juli 2018.
Pencopotan sekaligus pensiun ini dialami mantan Wali Kota Jakarta Timur, Bambang Musyawardana, dan mantan Wali Kota Jakarta Barat, Anas Effendi.
Dalam surat keputusan yang telah diterima Anas Effendi, tertulis jabatan barunya setelah 5 Juli 2018 adalah pensiunan. Di sana tertera alasan karena sudah berusia 58 tahun.
Anas sempat mempertanyakan alasan pencopotan yang satu itu. Dia merujuk Undang-Undang Aparatur Sipil Negara tentang masa pensiun pejabat eselon 1 dan 2. Berdasarkan aturan itu, Anas menghitung, seharusnya ia pensiun per Mei 2019 nanti saat berusia 60 tahun.
“Tapi Pak Anies bilang ‘nanti diurus sama Sekda’,” ujar Anas ketika dihubungi pada Selasa.
Baca: Dicopot Anies Baswedan, Ini Cerita Mantan Wali Kota Lainnya
Bambang Musyawardana juga mengungkap terganjal masalah yang sama. Dia, yang dilantik sebagai wali kota di masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2015, bahkan belum menerima lembar keputusan gubernur tentang pencopotan dan pemensiunannya.
Sejatinya, Bambang menghitung, dirinya baru akan pensiun per 1 Oktober 2018. Namun rotasi jabatan yang dijalaninya 5 Juli 2018 sudah diputuskan sekaligus pemensiunan. “Pensiunnya per tanggal berapa, tidak disebutkan,” ucap mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) itu.
Pencopotan sejumlah pejabat oleh Anies ini kini ditangani Komisi Aparatur Sipil Negara atau Komisi ASN. Pergantian pejabat ini berpotensi menabrak undang-undang dan peraturan pemerintah tentang pegawai negeri.