TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono membantah ada instruksi Kapolda untuk tembak mati begal dan penjambret.
Baca: Instruksi Kapolda Tembak Mati Begal Dinilai Melanggar Aturan
Argo memaparkan, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis tak pernah menginstruksikan tembak mati penjahat jalanan. Yang ada perintah untuk melakukan tindakan tegas dan terukur jika pelaku mengancam keselamatan polisi atau warga.
Tindakan tegas dan terukur merupakan bahasa agar polisi memberikan tembakan peringatan bila penjahat membahayakan keselamatan polisi atau warga. Tujuannya untuk melumpuhkan pelaku.
"Polisi sudah sesuai dengan SOP. Tindakan tegas dan terukur sesuai dengan aturan," ujar Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis, 19 Juli 2018.
Awak media bertanya kepada Argo mengapa polisi menembak penjahat jalanan di dada dan bukan di bagian kaki untuk melumpuhkan pelaku. Argo merespons, "Tadi apa yang saya sampaikan?"
Baca: LBH Minta Polisi Stop Tembak Mati Pelaku Penjambretan, Gantinya..
Selama dua pekan operasi khusus buru jambret dan begal, polisi telah menembak 52 orang yang diduga sebagai pelaku jambret dan begal. Sebanyak 41 orang ditembak di bagian kaki dan 11 lainnya tewas.
Rumah Sakit Polri Kramatjati telah menerima 10 dari 11 jasad terduga pelaku penjambretan dan begal yang ditembak mati.
Kepala Instalasi kedokteran Forensik RS Polri Kramatjati Komisaris Besar Edi Purnomo mengatakan seluruh mayat para penjambret dan begal itu mengalami luka tembak di bagian dada.
Kemarin, LBH Jakarta mempermasalahkan instruksi Idham Azis agar anak buahnya tidak ragu tembak di tempat setiap terduga pelaku begal yang melawan ketika hendak ditangkap. Instruksi itu disebut bertentangan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap).
Arif menganggap polisi tidak diperbolehkan tembak mati tersangka dengan alasan apapun. Berdasarkan Perkap Nomor 1 dan Nomor 8 Tahun 2009, polisi hanya boleh menembak dengan tujuan peringatan dan melumpuhkan.