TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan, skema lalu lintas untuk mengurai kemacetan saat Asian Games 2018 tidak efektif. Skema yang dimaksud adalah penerapan sistem ganjil genap dan penutupan beberapa pintu tol.
Baca: Menjelang Asian Games, Anies Bicara Kali Item Ternyata Masih Bau
"Ganjil-genap dan penutupan puluhan pintu tol tidak akan efektif untuk meredam tingginya penggunaan kendaraan pribadi," kata Tulus saat dihubungi Tempo, Sabtu, 21 Juli 2018.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta bersama dengan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya sepakat menerapkan sistem ganjil genap dan buka-tutup pintu tol selama perhelatan Asian Games. Penutupan pintu tol adalah bentuk rekayasa lalu lintas terbaru yang digodok BPTJ bersama Dishub DKI, Dirlantas Polda Metro Jaya, dan Panitia Pelaksana Asian Games 2018 (Inasgoc).
Skema itu diharapkan kendaraan atlet Asian Games tak terjebak kemacetan. Sebab, Dewan Olimpiade Asia mengatur waktu tempuh kendaraan atlet menuju lokasi pertandingan tak boleh lebih dari 34 menit.
Tulus menilai, dua skema itu berdampak serius bagi aktivitas masyarakat yang berpotensi mengancam roda perekonomian Jakarta. Tak hanya itu, kemacetan di jalan arteri justru akan meningkat.
"Hanya akan memacetkan ruas jalan arteri yang ekor kemacetannya bisa menutup pintu tol juga," jelas Tulus.
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) belakangan menilai, penerapan ganjjl genap dan penutupan pintu tol tidak cukup mengurangi volume kendaraan di jalan yang dilewati kendaraan atlet. Kepala BPTJ Bambang Prihartono menilai, perlu ada implementasi paket tiga kebijakan secara bersamaan.
Tiga kebijakan itu, yakni manajemen rekayasa lalu lintas, penyediaan angkutan umum, dan pengaturan lalu lintas angkutan barang golongan III, IV, serta V. Pemerintah baru menyepakati manajemen rekayasa lalu lintas dengan sistem ganjil genap di delapan titik jalan arteri dan penutupan pintu tol.
Simak artikel lainnya terkait Asian Games 2018 di Tempo.co.