TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menolak kenaikan anggaran untuk PD PAM Jaya yang diusulkan Gubernur Anies Baswedan. Prasetio, yang berasal dari PDI Perjuangan, beralasan karena posisi Direktur Utama PD PAM Jaya diisi oleh Priyatno Bambang Hernowo.
Adapun Priyatno Bambang merupakan mantan Direktur Operasional dan Komersial PT Aetra Air Jakarta, perusahaan yang terlibat kasus swastanisasi air.
Baca juga: Pergantian Dirut PAM Jaya, Priyatno Diminta Jalankan Putusan MA
"Ini dari Aetra, tidak usah dikasih anggaran ini karena permasalahan PAM Jaya itu dengan Aetra dengan Palyja bermasalah loh," kata Prasetio di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat pada Rabu, 29 Agustus 2018.
Sebelumnya, Mahkamah Agung memerintahkan Pemerintah Provinsi DKI untuk menyetop tata kelola air oleh swasta pada 10 Oktober 2017.
Atas putusan tersebut, Prasetio meminta PAM Jaya untuk segera membenahi permasalahan itu.
Prasetio menyebut penambahan anggaran untuk PAM Jaya justru akan semakin menguntungkan pihak swasta, yakni PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
"Kalau anggaran untuk pengelolaan air PAM Jaya sendiri tidak masalah. Ini masalahnya dinikmati orang lain (Palyja dan Aetra). Harus tuntas dulu," kata Prasetio.
Sebelumnya, PD PAM Jaya mengajukan penambahan penyertaan modal daerah (PMD) sebesar Rp 1,2 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2018.
Anggaran itu disebut untuk membangun pipa saluran air minum di Jakarta. Saat ini baru 60 persen wilayah Jakarta yang memiliki pipa air minum bersih.
Simak juga: Gubernur Anies Baswedan Kritik Keras Dirut PAM Jaya Soal Kontrak
MA menilai swastanisasi air itu telah melanggar Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya). Akibat swastanisasi air tersebut, PAM Jaya kehilangan pengelolaan air minum karena diambil alih pihak swasta.
Pada 2017 silam, putusan MA mengharuskan Pemprov DKI memutuskan hubungan kontrak pengelolaan air oleh pihak swasta, yaitu PT Aetra Air Jakarta dan Palyja. Padahal, keduanya masih terikat kontrak dengan PAM Jaya dan Pemprov DKI hingga tahun 2023.