TEMPO.CO, Depok - Polisi telah menetapkan Nur Mahmudi Ismail menjadi tersangka dalam dugaan korupsi pelebaran Jalan Nangka, Cimanggis. Kasus ini terjadi pada 2013-2015 saat Nur Mahmudi masih menjabat sebagai wali kota Depok.
Wali Kota Depok Muhammad Idris mengatakan, pada periode itu dirinya menjadi wakil wali kota mendampingi Nur Mahmudi. Namun ia tidak pernah dilibatkan dalam urusan pembebasan lahan di Jalan Nangka.
Baca: Ini Jalan yang Tak Kunjung Dilebarkan Nur Mahmudi Ismail
“Ada beberapa kebijakan wali kota yang bukan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) wakil wali kota,” kata Idris, di kantor DPRD, Jumat, 31 Agustus 2018. Jadi menurut Idris, dirinya saat itu memang tidak memiliki wewenang dalam proyek Jalan Nangka. “Walaupun dalam penganggaran di dewan harus ada paraf (wakil wali kota).”
Menurut Idris, paraf yang ia bubuhkan dalam lembar pengesahan anggaran adalah kewajiban sebagai pihak eksekutif. “Paraf itu adalah keniscayaan administrasi untuk ditandatangani kepala daerah sebagai penanggung jawab utama dari anggaran ini bersama badan anggaran,” katanya.
Sedangkan dalam pengelolaan anggaran untuk pelebaran Jalan Nangka, kata Idris, sepenuhnya dikendalikan Nur Mahmudi. “Tanda tangan cuma satu, wali kota,” katanya.
Selain Nur Mahmudi, polisi juga menetapkan mantan Sekretaris Kota Depok Harry Prihanto, sebagai tersangka. Penyidik menduga kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp 10,7 miliar.
Baca:
Nur Mahmudi Ismail Tersangka Korupsi Proyek Jalan Rp 10 Miliar
Kepala Kepolisian Resor Kota Depok, Komisaris Besar Didik Sugiarto mengatakan, pembebasan lahan untuk pelebaran Jalan Nangka telah dilakukan oleh pengembang apartemen. Namun Nur Mahmudi Ismail sebagai wali kota, justru mengajukan anggaran pembebasan pada 2013-2015. Di sinilah kerugian negara muncul.