TEMPO.CO, Jakarta – Polisi menetapkan delapan orang sebagai tersangka pemalsuan surat-surat kepemilikan aset tanah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kedelapan orang itu diduga mafia tanah karena menggunakan surat-surat itu untuk menggugat DKI. Pengadilan tingkat pertama bahkan telah memenangkan mereka.
Baca:
Ahok Berharap Kapolda yang Baru Berantas Berantas Mafia Tanah
Penetapan tersangka dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Para tersangka itu sebelumnya mengaku sebagai ahli waris atas tanah seluas 2,9 hektare yang sekarang berdiri di atasnya kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Jakarta Timur di Kebon Nanas, Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur.
“Jadi ada delapan tersangka, yakni Sudarto dan tujuh orang yang mengaku sebagai ahli waris dari U,” kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu 5 September 2018.
Ade menceritakan riwayat tanah yang dimaksud yang pernah dibebaskan oleh seorang bernama Johnny Harry Soetantyo pada April 1985. Sertifikat hak pakai tanah itu lalu tercatat milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 1992.
Baca:
Mafia Tanah Aset DKI, Daftar Lahan yang Hilang dan Terancam Lepas
Sudarto dkk menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 2014. Mereka mengklaim sebagai ahli waris tanah dari seorang bernama Ukar alias Kardi, pemilik tanah tersebut.
Ade memaparkan, penggugat menyerahkan bukti di persidangan berupa sertifikat hak milik serta akta jual beli ahli waris dengan pemilik lama. Pengadilan Negeri Jakarta Timur lalu memenangkannya dan meminta DKI membayar kerugian sebesar Rp 340 miliar dalam vonis pada 2015. Pemerintah DKI saat ini dalam proses banding atas putusan tersebut.
Menurut Ade, dalam persidangan di PN Jakarta Timur itu, Badan Pertanahan Nasional Jakarta sebenarnya telah menyangkal menerbitkan sertifikat hak milik para penggugat. Ini yang mendorong penyelidikan polisi.
Baca:
Kesaksian Mengejutkan Perempuan Tersangka Mafia Tanah Aset DKI
“Dasar gugatan adalah sertifikat hak milik yang diduga palsu dan sudah dinyatakan palsu oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta,” kata Ade.
Dari serangkaian pemeriksaan yang sudah dilakukan sejak tahun lalu itu Ade menyatakan menjerat para tersangka dengan Pasal 263, 264, dan 266 juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka terancam hukuman enam tahun penjara.