TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka sekaligus warga pemenang gugatan class action Bukit Duri, Sandyawan Sumardi mengkritik program Community Action Plan milik Pemerintah Provinsi DKI tidak sesuai harapan warga.
"Ternyata isinya kebanyakan hanya beautifikasi, tidak ada substansi untuk mempersiapkan pembangunan kampung susun itu," kata Sandyawan saat dihubungi wartawan, Rabu, 5 September 2018 terkait keinginan warga Bukit Duri.
Kekecewaan dari Sandyawan berasal dari tidak jelasnya respon Pemerintah DKI Jakarta atas usul warga Bukit Duri. Para warga pemenang gugatan, kata Sandyawan, telah menunjukkan sebidang lahan yakni Wisma Ciliwung sebagai lahan pembangunan kampung susun.
Baca : Komunitas Warga Bukit Duri: Program CAP Anies Hanya Beautifikasi
Sandyawan berujar, 27 pemilik lahan di Wisma Ciliwung telah setuju menjual lahan sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak. Lahan itu memiliki luas 1,6 hektare. Sandyawan mengatakan, warga juga telah mempertemukan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI kepada pemilik lahan.
"Usulan kami begitu. Tapi saya tidak tahu bagaimana selalu susah," kata Sandyawan.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta menganggarkan dana pembangunan shelter Bukit Duri sebesar Rp 5,9 miliar di APBD 2018. Namun, dalam rapat Badan Anggaran dengan DPRD DKI Jakarta, Dinas Perumahan mengusulkan untuk mematikan anggaran tersebut dalam APBD Perubahan 2018 lantaran kesulitan mencari lahan.
Pemerintah DKI Jakarta saat ini masih mencari lahan pembangunan shelter untuk warga Bukit Duri. Sekretaris Daerah DKI Saefullah berujar, dua lahan yang sedang dipersiapkan saat ini adalah Wisma Ciliwung dan lahan milik Kementerian Keuangan.
Simak juga :
Ok Oce Mart Kalibata Tutup, Ini Kata Perkumpulan Gerakan Ok Oce
Sandyawan menjelaskan, lahan Wisma Ciliwung itu mereka usulkan untuk menjadi lokasi pembangunan kampung susun bukan untuk sekadar menjadi shelter atau penampungan sementara.
Sedangkan untuk shelter, kata Sandyawan, mereka (warga Bukit Duri) telah mengusulkan beberapa lokasi, salah satunya bekas kantor pajak milik Kementerian Keuangan. "Rupanya data yang masuk di Dinas Perumahan gak karu-karuan," tuturnya.