TEMPO.CO, Jakarta - Dugaan mafia tanah mencoleng aset DKI mengemuka kembali. Kali ini dipicu pengumuman Polda Metro Jaya yang menetapkan delapan orang sebagai tersangka pemalsuan dokumen sertifikat kepemilikan tanah pada Rabu 5 September 2018.
Baca:
Polisi Tetapkan 8 Tersangka Mafia Tanah Aset DKI
Penetapan itu berasal dari sengketa tanah seluas hampir 3 hektare di lokasi yang kini berdiri kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Jakarta Timur di Kebon Nanas, Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur. Sudarto dan tujuh lainnya dijadikan tersangka berdasarkan keterangan Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta.
Dalam persidangan, BPN menyatakan tak pernah menerbitkan sertifikat yang digunakan Sudarto dkk untuk menggugat Pemerintah DKI atas pemakaian tanah tersebut. “Kami punya dua alat bukti,” kata Kepala Sub Direkorat Harta Benda, Direkorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kamis 6 September 2018.
Dugaan mafia tanah mencoleng aset tanah Jakarta telah ada sejak lama seiring dengan terus lepasnya aset tersebut. Mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, misalnya, pernah mengungkapnya saat DKI harus rela melepas lahan eks Kantor Wali Kota Jakarta Barat pada 2016.
Baca:
Kesaksian Mengejutkan Perempuan Tersangka Mafia Tanah Aset DKI
Atau Kepala Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum DKI, Nur Fadjar, pada Juni 2017 lalu. Saat itu DKI kembali kalah di pengadilan tingkat pertama untuk kasus tanah Samsat Jakarta Timur. Fadjar bahkan mencurigai peran orang dalam pemerintahan memanfaatkan lemahnya sertifikasi dan pendataan aset DKI.
Pelbagai cara ditengarai dilakukan oleh penggugat atau tersangka mafia tanah untuk mencoleng aset-aset pemerintah DKI. Pemalsuan diduga hanya satu bagian dari modus yang digunakan. Berikut yang lainnya,
Baca juga:
Aset DKI Dalam Incara Mafia Tanah
1. Bekerja sama dengan oknum pegawai pemerintah DKI Jakarta yang mengetahui aset berpotensi digugat.
2. Memanfaatkan kelemahan dokumen yang dimiliki pemerintah DKI Jakarta. Misalnya, banyak tanah yang belum bersertifikat atau hanya memiliki fotokopi kepemilikan.
3. Bekerja sama dengan lurah untuk menerbitkan surat keterangan bahwa tanah penggugat tercatat di Buku Leter C kelurahan.
4. Bekerja sama dengan kalangan internal pengadilan dengan menetapkan dokumen fotokopi dan yang diduga palsu bisa menjadi alat bukti.