TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo langsung terkesan dengan Sungai Cheonggyecheon di Seoul, Korea Selatan. Jokowi pun berharap Jakarta bisa memiliki daya tarik seperti Cheonggyecheon pada Sungai Ciliwung.
Baca berita sebelumnya:
Jokowi Ingin Ciliwung Bersih Seperti Cheonggyecheon, Ini Tantangannya
"Sungai Cheonggyecheon ini inspirasi yang sangat bagus kalau sungai Ciliwung bisa bersih, dan itu bisa," kata Jokowi seperti dikutip keterangan tertulis dari Biro Pers Sekretariat Presiden, Selasa, 11 September 2018.
Benarkah bisa? Data menunjukkan Cheonggyecheon sebelumnya sama seperti Ciliwung: kumuh dan belum dialiri dengan air yang bersih. Namun pada 2003 Wali Kota Seoul saat itu Lee Myung-bak merestorasi total.
Restorasi berjalan hingga lebih dari dua tahun. Hasilnya, ikon baru kota Seoul menjelma dari Sungai Cheonggyecheon. Hingga kini sungai tersebut berhasil menjadi daya tarik wisatawan baik lokal atapun mancanegara saat berkunjung ke Korea Selatan.
Baca juga:
Warga Bukit Duri Berharap Anies Baswedan Segera Lunasi Janji
Meski demikian, karakteristik Ciliwung dan Cheonggyecheon berbeda. Ciliwung mengalir dari Kabupaten Bogor hingga utara Jakarta sepanjang 120 kilometer, atau lebih panjang dari sungai Cheonggyecheon yang memiliki panjang hanya 8,4 kilometer.
Selain itu, Sungai Cheonggyecheon merupakan sungai buatan yang tidak memiliki kedalaman air yang tinggi. Sedangkan Ciliwung merupakan sungai alami yang berhulu di Bogor.
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono, menyebut harus ada program komprehensif berskala nasional untuk cita-cita Ciliwung menjadi Cheonggyecheon. Sebab, kata dia, kewenangan terbesar penanganan Ciliwung ada pada pemerintah pusat, bukan Jakarta.
"Ini untuk mengikat dua pemerintah daerah (Jakarta dan Jawa Barat)," kata Andono, Selasa, 11 September 2018.
Baca:
Normalisasi Sungai Ciliwung, Sandiaga Uno Lanjutkan Program Ahok
Untuk memperbaiki kondisi Ciliwung, Andono mencontohkan, perlu ada waduk yang nantinya berfungsi sebagai tempat penampungan air. Tanpa waduk, Andono menjelaskan, air Ciliwung terlihat pekat saat musim kemarau. Sebab aliran Ciliwung dipenuhi limbah dan kotoran.
"Jadi nanti kalau sudah ada waduk, ketika kemarau air bisa dialirkan sedikit demi sedikit,” katanya. “Sehingga debit air Ciliwung stabil dan kualitasnya tetap bagus."