TEMPO.CO, Jakarta - Agustinus Woro, pria pemanjat tiang reklame dekat jembatan atau flyover Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur, menyatakan ingin bertemu dengan Mahfud MD, Jimly Ashsiddiqie, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Dua orang yang pertama sama-sama pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi.
Baca berita sebelumnya:
Lelaki Panjat Reklame dan Corat Coret 'Homo Lesbi' di Pasar Rebo
Permintaan itu merupakan syarat yang harus dipenuhi jika ia harus turun dari tiang setinggi 20 meter itu, yang dipanjatnya pada Rabu pagi, 12 September 2018. “Untuk membawa saya menyelesaikan kasus besar yang sudah disembunyikan Presiden Joko Widodo,” demikian ditulis Agustinus dalam secarik kertas yang diserahkan kepada petugas Pemadam Kebakaran Kota Administrasi Jakarta Timur.
Agustinus membawa tiga spanduk ke puncak reklame setinggi sekitar 20 meter itu. Ketiga tulisan di spanduk itu bernada protes, yakni "Anak yatim bukan anak anjing, bubarkan KPAI antek-antek asing", "Jangan bunuh anak yatim dengan miras dan motor dinasmu oknum TNI", dan "Presiden, DPR, MPR, homo lesbi bencong. Selamat datang raja-raja, ratu, kepala suku Joko-Joko adat".
Selain membawa spanduk, pria asal Nusa Tenggara Timur itu mencoret dinding reklame dengan tulisan DPD, DPR, MPR, homo lesbi. Ia juga terlihat mengenakan pengikat kepala, mengibarkan bendera Merah Putih dengan sebatang bambu, dan berteriak-teriak.
Baca dua kejadian lainnya:
Pria Panjat Baliho, Ternyata Ini yang Dituntut
Panjat Menara Reklame Pria Ini Bawa Bekal Makanan
Kepala Seksi Pemadam Kebakaran Kota Administrasi Jakarta Timur Gatot Sulaiman mengatakan pihaknya mengerahkan dua unit mobil pemadam dan kru untuk menurunkan Agustinus sepanjang Rabu pagi hingga siang tadi. Petugas berusaha menjalin negosiasi mengenai permintaan pria yang berasal dari NTT itu.
Ini seperti yang pernah dilakukan saat Agustinus memanjat tower saluran udara tegangan ekstra tinggi atau sutet di Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Agustus 2017 lalu. Saat itu, Agustinus juga membawa sejumlah spanduk di antaranya tentang kasus pembunuhan anak-anak di NTT.