TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Perhubungan Djakarta (PPD) Putu Pance Yasa membantah perusahaannya telah mengirimkan preman untuk mengintimidasi warga Kebun Sayur, Ciracas, Jakarta Timur, terkait dengan sengketa lahan.
Namun, Putu membenarkan PPD telah melaporkan hampir seluruh warga Kebun Sayur ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. "Kalau ada pemasangan plang, karena memang itu tanahnya PPD, mereka yang menyerobot," kata Putu kepada Tempo, Sabtu, 15 September 2018, perihal sengketa lahan tersebut.
Baca: Digusur atau Tidak, Warga Ciracas Tunggu Ketegasan Anies Baswedan
Sebelumnya, pengacara LBH Jakarta, Charlie Albajili, mengatakan warga Kebun Sayur, kerap didatangi preman sekitar dua bulan terakhir. Charlie menduga preman itu merupakan suruhan PPD.
"Buat intimidasi, waktu itu memasang plang PPD, terus masang spanduk," kata Charlie kepada Tempo di Kebun Sayur, Sabtu, 15 September.
Selain itu, Charlie mengatakan berusaha memidanakan warga Kebun Sayur atas tuduhan penyerobotan. Menurut dia, petugas dari Markas Besar Polisi Republik Indonesia pernah datang dan menyampaikan laporan dari PPD.
"Kita gak tau berapa yang dilaporkan, tapi sampai saat ini belum ada panggilan," ujar Charlie.
Charlie menuturkan sengketa berawal saat PPD mengklaim sebagai pemilik lahan 5,3 hektare itu. Klaim dibuat menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2003 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Perum PPD.
Pada 2017, PPD dan PT Adhi Karya sepakat membangun proyek LRT City Urban Signature, salah satu proyek transit oriented development (TOD). Dari 11,3 hektare luas proyek, ujar Charlie, 5,3 hektare di antaranya merupakan lahan warga Kebun Sayur.
Simak pula: Cerita Hakim Mencecar Pelapor di Sidang Sengketa Lahan Pulau Pari
Namun menurut Charlie, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang menjadi dasar kepemilikan tanah adalah sertifikat. Charlie berujar, ketika di cek ke Badan Pertanahan Nasional, tidak ditemukan sertifikat atas nama BUMN itu.
Di sisi lain, Charlie mengatakan warga di Kebun Sayur telah menempati tanah yang menjadi sengketa lahan itu sudah selama 20 tahun. Ada sekitar 350 keluarga di dalamnya. "Maka warga berhak mendaftarkan tanah," katanya.