TEMPO.CO, Serang - Proses hukum terhadap Raja Kerajaan Ubur Ubur Aisyah Tusalamah Baiduri Intan akan tetap berjalan meski perempuan itu mengalami gangguan jiwa berat. Kapolres Kota Serang Ajun Komisaris Besar Komarudin menyatakan gangguan jiwa berat atau psikosis tidak serta merta menghentikan proses kasus hukum Aisyah yang sedang berjalan.
Baca: Dokter Terangkan Isi Pikiran Aisyah, Raja Kerajaan Ubur Ubur
"Karena masalah ini sangat sensitif, kami harus berhati-hati sekali, melakukan pertimbangan dan berkoordinasi dengan pihak terkait dalam menentukan proses hukum kasus ini,"ujar Kapolres Kota Serang Ajun Komisaris Besar Komarudin kepada Tempo, Selasa 18 September 2018.
Penyidik, kata Komarudin, ingin kasus ini diputuskan oleh hakim. Artinya, berkas kasus Aisyah sebagai tersangka ujaran kebencian di media sosial dilimpahkan dulu ke kejaksaan.
Ibu tiga anak yang mengaku sebagai Raja Kerajaan Ubur Ubur itu akan dijerat pasal 28 Undang undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. "Kalau untuk berkas perkara sudah lengkap dan siap dilimpahkan," katanya.
Dalam waktu dekat ini penyidik akan berkoordinasi dengan ahli pidana dan Kejaksaan untuk memutuskan apakah proses hukum dihentikan atau dilimpahkan ke Pengadilan.
Kondisi Aisyah mengalami gangguan jiwa berat itu disampaikan tim dokter dari Rumah Sakit Jiwa Soeharto Herdijan Grogol atau RSJ Grogol. Setelah hampir sebulan mengobservasi Raja Kerajaan Ubur Ubur itu, mereka menyimpulkan Aisyah menderita gangguan jiwa berat (psikosis).
Hasil pemeriksaan kejiwaan Aisyah disampaikan tiga dokter atau ahli kejiwaan RS Jiwa Grogol yaitu dokter Safitri Wulandari, dokter Agung Priyanto dan dokter Endah Trilestari. Tiga ahli kejiwaan itu melakukan pemeriksaan psikiatrik dan psikologis terhadap Aisyah sejak 23 Agustus-10 September 2018.
Baca: Dokter Jiwa Kisahkan Asal Mula Kerajaan Ubur Ubur
Menurut Komarudin, dalam surat keterangan ahli jiwa yang terdiri dari enam lembar itu menyimpulkan, berdasarkan pengamatan selama masa observasi, Aisyah mengalami gangguan jiwa berat dan terperiksa tidak mampu bertanggung jawab sepenuhnya atas perbuatannya.