Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Dwi Wahyu Daryoto mengatakan pihaknya akan kembali mengajukan anggaran tersebut dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD) 2019.
Baca juga: Bank Dunia Tawarkan Utang untuk Bangun LRT di 4 Kota
"Ya nanti (anggaran itu) akan kami ajukan lagi. Kecuali kalau surat penugasan ke Jakpro dicabut," kata Dwi kepada Tempo di Jakarta pada Senin, 19 September 2018.
Pencoretan itu merupakan hasil dari rapat pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran dan Plafon Prioritas Sementara (KUPA-PPAS) 2018. PT Jakarta Propertindo mengajukan anggaran itu untuk pengerjaan proyek pembangunan light rail transit (LRT) fase kedua sebesar Rp 1,84 triliun dan penyediaan pemukiman DP nol rupiah sebesar Rp 531,5 miliar.
Anggota Banggar memutuskan kalau pembangunan proyek LRT fase kedua harus menunggu Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan DKI mengeluarkan Rencana Induk Perkeretaapian yang mengatur jalur LRT Jakarta dan LRT Jadebek. Anggaran itu dikhawatirkan tak bisa digunakan jika diberikan di APBD-P 2018.
Selain itu, pengajuan PMD untuk proyek LRT fase kedua dan rumah DP nol rupiah itu terganjal Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2014 yang mengatur soal PMD untuk PT Jakarta Propertindo atau Jakpro.
Perda pada era Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta itu membatasi jumlah PMD yang bisa diterima Jakpro maksimal sebesar Rp 10 triliun.
Hingga saat ini, nilai PMD yang digelontorkan kepada Jakpro telah mencapai Rp 9,4 triliun. Artinya, sisa PMD yang dapat diberikan Pemprov DKI kepada Jakpro nilainya maksimal harus sebesar Rp 591 miliar.
Simak juga: PMD Dipangkas Anies-Sandi, Jakpro Tunda Percepatan Proyek LRT
Sekretaris Daerah DKI Saefullah pun menyarankan agar perda tersebut harus direvisi dalam waktu dekat agar Jakpro dapat menerima seluruh PMD yang dibutuhkan.
"Jadi bukan seratus persen tidak disetujui. Tapi jangan masuk di APBD penambahan, masuknya di APBD murni 2019," kata Dwi menjelaskan soal dana PMD untuk proyek LRT fase kedua.