TEMPO.CO, Jakarta – Ombudsman RI menunggu laporan warga yang merasa menjadi korban tembak mati oleh polisi selama operasi begal dan jambret menjelang Asian Games 2018.
Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala mengatakan bakal melayani masyarakat yang mau bertanya ihwal masalah ini ke Ombudsman.
Baca juga: Komnas HAM-Ombudsman Diminta Selidiki Polisi Tembak Mati 11 Begal
Namun, Ombudsman menyatakan tidak akan turun untuk menyelidiki masalah administrasi operasi ini kembali. "Kami pasif saja. Kalau ada orang datang dan bertanya (soal dugaan pelanggaran yang dilakukan polisi). Kami jawab," kata Adrianus melalui pesan singkat, Rabu, 19 September 2018.
Keluarga korban penembakan mati dalam razia begal di Jakarta melaporkan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia.
"Kami menilai kejanggalan pembunuhan ini sudah parah," kata Saleh Al-Ghifari, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, mengutip Koran Tempo, Rabu, 19 September 2018
Menurut Adrianus, Ombudsman tidak perlu menyelidiki kembali masalah ini, karena polisi pernah menyerahkan datan soal operasi tersebut. Saat pertemuan pada Rabu, 8 Agustus 2018 lalu, Ombudsman bisa menerima penjelasan polisi.
Namun, kata Adrianus, data yang diserahkan dari polisi tersebut bisa menjadi fakta yang tidak sejalan jika di kemudian hari ada temuan baru. Sehingga, menurut dia, data tersebut justru bisa melemahkan klaim polisi yang mereka ungkapkan kepada Ombudsman.
"Data yang tersimpan pada kami dapat dirujuk. Saya kira itu yang terbaik," ujarnya.
Baca juga: Ombudsman Sebut Polda Metro Maladministrasi di Operasi Buru Begal
Selain itu, Ombudsman meminta polisi transparan untuk mengungkap data kepada publik. Ombudsman pun meminta kepada polisi agar menghindari penegakan hukum di luar prosedur. "Mesti dihindari street justice tersebut. Karena polisi punya keahlian, sarana dan lainnya."
Tim LBH Jakarta mendatangi kantor Bareskrim bersama lima anggota keluarga korban penembakan mati. Mereka antara lain keluarga Dedi Kusuma alias Jabrik, 33 tahun, warga Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat; dan keluarga Bobi Susanto, 25 tahun, warga Tangerang, Banten. "Mereka ingin menuntut keadilan," ujar Saleh.
Alih-alih mengusut pelbagai kejanggalan, Bareskrim malah menolak laporan keluarga korban. Menurut Saleh, Bareskrim menyarankan agar keluarga korban melapor ke Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Mereka juga meminta para pelapor melampirkan nama-nama polisi yang dianggap melanggar hukum dan prosedur penembakan.
Perburuan penjahat jalanan secara besar-besaran berlangsung sekitar satu bulan menjelang perhelatan Asian Games 2018 lalu. Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian kala itu menginstruksikan "tembak di tempat" bagi penjahat jalanan yang melawan petugas.
Simak juga: Operasi Begal, Polda: Kami Telah Beri Data ke Ombudsman
Di Jakarta, Operasi Kewilayahan Cipta Kondisi Mandiri itu menewaskan 15 orang. Polisi beralasan mereka ditembak mati karena melawan aparat.
Penelusuran Tempo mengenai operasi berantas begal dan jambret oleh Polda Metro Jaya menemukan kejanggalan di balik penembakan mati belasan orang itu. Kepada Tempo, sejumlah saksi mata menuturkan, sebagian orang yang belakangan ditembak mati ditangkap tanpa perlawanan. Keluarga korban diminta melapor ke Ombudsman.