TEMPO.CO, Jakarta - Ratna Sarumpaet dan tujuh orang lainnya dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas tuduhan ujaran kebencian. Mereka lainnya adalah pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, anggota DPR Rachel Maryam, serta Ferdinand Hutahean, Habiburokhman, dan Dahnil Anzar Simanjuntak.
Baca:
Benar Soal Ratna Sarumpaet, Tompi: Jangan Percaya Mulut Politisi
Laporan dilakukan kelompok Cyber Indonesia pada Rabu malam, 3 Oktober 2018. Laporan tak lama setelah pengakuan Ratna Sarumpaet telah sebar hoax alias berita bohong tentang penganiayaan dirinya oleh sekelompok orang tak dikenal pada 21 September 2018.
Berita bohong itu dinilai mengandung sebaran ujaran kebencian terhadap calon presiden dan wakil presiden Jokowi dan Ma'ruf Amin melalui media sosial. “Ada upaya kelompok satu yang menyerang kelompok lain karena perbedaan pasangan calon, kami tidak bisa menegasikan ini tidak ada kaitannya dengan Pemilihan Presiden 2019,” ucap Ketua Umum Cyber Indonesia Muannas Al Aidid.
Baca:
Kesaksian Dokter Rumah Sakit: Ratna Sarumpaet Pasien Lama
Muannas melaporkan Ratna Sarumpaet yang disebut sebagai pelaku utama penyebar hoax di media sosial, media online, dan televisi. Sementara, Prabowo Subianto disebut Muannas ikut menyebarkannya melalui konferensi pers.
Sandiaga Uno, kata Muannas, membantu menyebarkan berita bohong melalui keterangannya di media online. Sedangkan, Fadli Zon, Rachel Maryam, Habiburokhman, Ferdinand Hutahean, dan Dahnil Anzar Simanjuntak disebut mengedarkan berita bohong mengandung ujaran kebencian lewat media sosial.
Baca:
Polisi Sebut Ratna Sarumpaet Tak Akan Jadi Tersangka, Sebab ...
Barang bukti yang disertakan dalam pelaporan tersebut berupa screenshoot dan rekaman ujaran para terlapor di media sosial, situs media online, dan televisi nasional. Pelaporan Cyber Indonesia itu tercatat di Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/5315/X/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus.
Para terlapor ujaran kebencian disangkakan Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pelaku dapat dijerat hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.