TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Pelaksanaan proyek pembangunan Gedung DPRD Tangerang Selatan dipertanyakan. Pasalnya proyek telah berjalan empat tahun dan disebutkan terdapat temuan ketidaksesuian antara nilai kontrak dan pembayaran yang dilakukan.
Baca:
Tangerang Selatan Bantah Proyek Gedung DPRD Mangkrak
Sejumlah kejanggalan diungkap massa dari Sekolah Anti Korupsi Tangerang (Sakti) dan Ikatan Alumni Sekolah Anti Korupsi (Ikasakti) yang berunjuk rasa pada Senin 8 Oktober 2018 lalu. Mereka menggelar demonstrasi di depan Gedung IFA, Serpong, tempat anggota DPRD selama ini menyewa kantor.
“Pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp 200 miliar untuk pembangunan Gedung DPRD Tangerang Selatan, angka sebesar itu tidak sesuai dengan realisasinya,” ujar Aan Widiajunianto, koordinator aksi unjuk rasa.
Patut diduga, kata Aan, telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pembangunan Gedung DPRD tersebut. Indikasi pertama yang disebutkannya adalah kemenangan perusahaan yang masuk daftar hitam dalam pengerjaan tahap satu proyek.
Baca:
Kemacetan Parah di Depan Universitas, Warga Tangerang Selatan Bikin Petisi
"Pemenang tender pembangunan gedung DPRD tahap satu pada 2015 adalah perusahaan daftar hitam oleh LKPP 2014-2016," ujarnya.
Aan juga mengungkap audit BPK pada tahun lalu yang menemukan ketidakcocokan antara nilai besaran kontrak dengan pembayaran yang dilakukan dalam proyek tahap tiga. “Besaran nilai kontrak Rp 34.559.350.000 dan besaran nilai pembayaran Rp 32.140.195.500 sehingga terdapat selisih sebesar Rp 2.419.154.500,” katanya.
Baca :
Gugatan Rp 2,6 Miliar, Pohon yang Ditebang Tetangga Disebut Berkhasiat
Sementara penyelesaian pembangunan gedung baru DPRD berlarut, mereka juga menggugat dana yang digunakan anggota dewan mengontrak di Gedung IFA sejak 2014. Berdasarkan hitungannya, Aan mengungkap biaya kontrak atau sewa itu sebesar sekitar Rp 1,7 miliar setiap tahunnya.