TEMPO.CO, Bogor - Kementerian Lingkungan Hidup berjanji memberi perlindungan hukum terhadap ahli IPB yang menerima gugatan senilai Rp 510 miliar dari perusahaan pembakar hutan. Ahli kebakaran hutan dan lahan itu adalah Bambang Hero Saharjo, profesor di Fakultas Kehutanan.
Baca:
IPB Siap Bela Profesor yang Digugat Perusahaan Pembakar Hutan Rp 510 Miliar
“Alhamdulillah KLHK back up penuh dan sudah menyiapkan pengacara untuk mendampingi gugatan mereka di PN Cibinong,” kata Bambang Hero ketika dihubungi, Rabu 11 Oktober 2018.
Dia mengatakan, surat gugatan berisi beberapa poin yang menyatakan keterangannya sebagai saksi ahli dalam persidangan dianggap memberatkan dan merugikan perusahaan, “Sebenarnya poin dan isi gugatan itu sudah pernah dibahas dan saya jawab dalam persidangan,” kata sang profesor.
Bambang Hero mengatakan, perusahaan yang telah divonis bersalah hingga Mahkamah Agung itu menggugat perhitungan emisi gas rumah kaca versinya yang disebut tidak menggunakan alat. Menurut perusahaan, perhitungan keliru sehingga memunculkan adanya angka kerugian negara.
Bagian lain dari gugatan yakni tentang Laboratorium Karhutla tidak terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Namun, Bambang bersikukuh seperti yang juga sudah dijelaskan dalam persidangan bahwa dia berpegang dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2013 tentang statuta IPB. Isinya menyatakan akreditasi yang ada adalah akreditasi program studi dimana labolatorium yang digunakan oleh dirinya itu berada dalam institusi.
Sebelumnya, Bambang Hero memberi keterangan sebagai saksi ahli dalam perkara negara dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melawan PT Jatim Jaya Perkasa (JJP), bagian dari raksasa sawit Wilmar Grup. Persidangan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Pada 10 Juli 2017 majelis hakim memvonis PT JJP terbukti karena kelalaiannya mengakibatkan 120 Ha lahan gambut di Jambi terbakar. PT JJP harus membayar denda Rp 1 miliar dengan catatan, jika denda tidak dibayarkan, aset PT JJP akan disita dan dilelang untuk membayar denda.
Selain dipidana, KLHK juga menggugat perdata PT JJP. Pada 15 Juni 2016, majelis hakim PN Jakarta Utara menghukum PT JJP membayar ganti rugi materil Rp 7,1 milyar dan melakukan perbaikan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 120 Ha Rp 22,2 miliar. Pada November 2016 majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan hukuman itu.
PT JJP diperintahkan membayar ganti rugi Rp 119,8 miliar dan perbaikan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 1000 Ha dengan biaya Rp 371,1 miliar dan tidak diperbolehkan menanam kembali di lahan gambut bekas terbakar. Pada 28 Juni 2018 Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu.