TEMPO.CO, Tangerang - Bobih Kuswanto, 28 tahun, penerima pembebasan lahan Bandara Soekarno - Hatta, Tangerang. belum mengadukan secara resmi masalah pemblokiran rekeningnya dengan saldo Rp 2,01 miliar di Bank Mandiri ke pihak berwajib ataupun ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Langkah itu nantinya akan ditempuh bila upaya internal menemui jalan buntu.
Selama dua pekan sejak pembayaran pembebasan lahan Runway 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta itu pada 5 Oktober 2018, Bobih sudah berupaya keras mengurus pemblokiran itu ke Bank Mandiri Kantor Cabang Pembantu Bandara Soekarno-Hatta Gedung Angkasa Pura.
Baca: Pembebasan Lahan Rp 2 Miliar, PT AP II: Kami Hanya Juru Bayar
"Saya dua kali mendatangi Bank Mandiri BSH pada Senin dan Selasa, 8 dan 9 Oktober 2018," kata Bobih.
Pada hari pertama itu, kedatangan Bobih yang diantar saudaranya, Jamal Johan alias John, ditolak Bank Mandiri. "Kami jelaskan kepada pihak bank, kalau memang diblokir, kami minta surat pernyataan pemblokiran. Tapi mereka hanya bilang diblokir atas permintaan Sugiyadi, pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN)," kata John dihubungi terpisah, Sabtu, 13 Oktober 2018.
John mengatakan Bobih meminta dia ikut mengurus masalah ini lantaran Bobih tak mampu jika harus berdebat. Hari kedua, Bobih dan John datang lagi ke kantor Bank Mandiri, pihak bank tetap tidak bisa menunjukkan surat permintaan pemblokiran dan memintanya menemui Sugiyadi, Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Kabupaten Tangerang.
"Kami justru diminta bertemu Sugiyadi, lho seharusnya tidak ada urusan lagi dengan BPN, apalagi surat pelepasan hak (SPH) sudah ditandatangani Kepala BPN. Bobih punya hak atas rekening Rp 2,01 miliar itu, dan itu bukan lagi uang negara," kata John.
Simak: Dapat Pembebasan Rp 2 Miliar, Kantor Desa Minta Rp 600 Juta
Karena pemblokiran ini tak kunjung dibuka, Bobih pun panik. Sedangkan dua pamannya telah menanyakan rekening itu lantaran ada bagian penggantian kerugian untuk dua bangunan atas nama paman Bobih, Yusuf dan Arsan.
John menyebutkan kuncinya sebenarnya di Sugiyadi, kalau saja dia tidak menahan Bank Mandiri, duit itu bisa ditarik untuk digunakan semestinya. "Sugiyadi menelepon Bobih, dia minta agar Bobih mendatangi Sekretaris Desa Rawa Rengas Muklis, karena yang meminta BPN memblokir itu dari kantor desa," kata John.
Merasa dipingpong, Bobih tidak menuruti permintaan Sugiyadi. Sebab urusan dengan kantor desa telah selesai, pihaknya sudah menandatangani penerimaan pembayaran pembebasan lahan bandara.
John pun merasa Sugiyadi dan Muklis mempermainkan rekening Bobih. Pada 24 September 2018, sebelum terjadi pembayaran, Bobih dijemput Muklis. Mereka kemudian bertemu di sebuah warung di daerah Benda.
"Saya dampingi Bobih, bertemu Muklis, Sekretaris Desa Rawa Rengas dan Kepala Desa Ingkil, hadir pula Yusuf, paman Bobih yang memiliki hak atas tanah itu," ujar John.
Pada malam itu, Muklis meminta jatah Rp 300 juta, jika duit pembebasan lahan cair. Uang itu untuk diberikan kepada Uci Sanusi. Uci merupakan tetangga Bobih. Disebutkan Muklis pernah punya ikatan janji dengan almarhum Waip bin Misin, ayah Bobih atas tanah itu.
Pihak Bobih menanyakan apakah Uci memiliki dokumen atas kepemilikan tanah itu, tapi pihak desa tidak bisa menunjukkan satu pun dokumen atas hak atau akta jual beli (AJB), semisal tanah itu pernah dijual.
Terlepas dari permintaan uang untuk Uci melalui pihak desa, Bobih menghargai Uci sebagai orang tua yang sakit-sakitan, kawan, dan tetangga almarhum bapaknya, dia mau membagi uang pembebasan lahan itu tapi tidak mau dipatok nilai.
Keesokan hari, Muklis mendatangi rumah Bobih dan mengatakan uang yang diminta tidak lagi Rp 300 juta, melainkan Rp 600 juta karena uang itu selain akan diberikan kepada Uci, juga untuk administrasi desa.
Permintaan itu diabaikan Bobih hingga muncul surat tulisan tangan berisi pernyataan Uci bahwa dia tanpa paksaan menyerahkan pembayaran lahan pembebasan bandara diberikan kepada Bobih Kuswanto.
Pada surat yang dokumennya fotokopi diperoleh Tempo itu ada tanda tangan Uci dengan dibubuhi meterai 6.000, tanda tangan Kepala Desa Ingkil Muklis, dan seorang saksi lain, juga Bobih. "Surat itu dibuat di kantor desa pada 28 September 2018," kata John.
Makanya pihak Bobih bingung sudah ada surat dari Uci tapi kok rekening ditahan BPN atas dasar permintaan kantor desa. "Saya menduga ada kepentingan, Sugiyadi dan Muklis mempermainkan rekening Bobih, padahal Uci sudah membuat pernyataan rekening agar dibayarkan kepada Bobih," kata John lagi.
Dihubungi terpisah, Muklis membantah telah meminta uang kepada Bobih senilai Rp 600 juta. "Wah lapor saja ke polisi," katanya.
Baca juga:
Perluasan Ganjil-Genap Ditambah, Ini Dua Poin yang Diubah Anies Baswedan
Justru Muklis menuding Bobih kabur setelah pembayaran pembebasan lahan bandara pada 5 Oktober 2018. "Ada jatah Uci, tapi dia (Bobih) kabur, makanya kami minta uang itu (Rp 2,01 miliar) diblokir melalui BPN," kata Muklis.
Sugiyadi saat dikonfirmasi menyatakan pembekuan uang Bobih demi menyelamatkan uang negara. "Itu tindakan preventif, sementara saja sebab ada pihak yang dirugikan yang melaporkan ke desa," kata Sugiyadi.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI ) Tulus Abadi menyatakan pemblokiran dana nasabah di bank hanya diwenangkan kepada alat negara demi kepentingan hukum.