TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengungkapkan penggusuran paksa di Jakarta masih terjadi selama setahun pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Temuan itu berdasarkan penelitian yang diterbitkan LBH Jakarta bertajuk “Mengais di Pusaran Janji” pada 2017 dan "Masih Ada" pada 2018.
Baca juga: Augie Fantinus Jadi Tersangka, Ini Temuan Tempo Soal Calo Tiket
Pengacara LBH Jakarta Charlie Albajili mengakui jumlah titik dan korban penggusuran mengalami penurunan jika dibandingkan dengan era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Namun, pelanggaran HAM terkait kasus-kasus penggusuran Jakarta masih terjadi, seperti ketiadaan musyawarah, penggunaan aparat yang tidak berwenang, intimidasi, dan kekerasan, hingga pelanggaran hak masyarakat untuk memperoleh hak tanah," ujar Charlie di Gedung LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat pada Ahad, 14 Oktober 2018.
Penelitian itu dilakukan selama Januari 2017 hingga September 2018 atau pada era Ahok, Djarot Syaiful Hidayat, dan Anies Baswedan. Tim LBH melakukan penelitian dengan metode verifikasi dan observasi lapangan di 25 titik penggusuran pada 2017. Mereka juga menggunakan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tentang program penggusuran.
Selama Januari hingga September 2018, angka penggusuran oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencapai 75 persen. Angka itu menurun dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 91 persen.
Tercatat, selama 2017 telah terjadi 110 kasus penggusuran paksa terhadap hunian dan unit usaha. Penggusuran itu menimbulkan 1.171 keluarga korban penggusuran dan 1.732 unit yang digusur.
Sedangkan selama periode Januari hingga September 2018 telah terjadi 79 kasus dengan jumlah korban mencapai 277 kepala keluarga dan 864 unit usaha. "Jumlah keduanya mengalami penurunan dibandingkan 2016 yang mencapai 193 kasus penggusuran, tapi mayoritas penggusuran masih dilakukan dengan melanggar HAM," ucap Charlie.
Dalam penelitian tersebut, LBH Jakarta menemukan selama 2017 sebanyak 80 persen penggusuran dilakukan secara sepihak. Sementara, angka itu meningkat pada Januari - September 2018 hingga 81 persen penggusuran yang dilakukan sepihak tanpa musyawarah dan solusi bagi warga terdampak.
Akibatnya, sebanyak 93 persen penggusuran pada 2017 dan sebanyak 77 persen penggusuran pada 2018 tidak menghasilkan solusi yang layak.
"Penggusuran Paksa mengakibatkan munculnya tunawisma dan pengangguran, hal yang membuat penggusuran paksa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat oleh Komisi HAM Perserikatan bangsa-bangsa pada 1993," ucap Charlie.
Charlie mengungkapkan, penggusuran era Anies Baswedan juga masih dilakukan dengan aparat berlebihan. Pada 2018, rasio rata-rata jumlah korban dan aparat yang menggusur mencapai 1 banding 3. Selain itu, penggusuran juga masih banyak melibatkan TNI dan Polri yang tidak berwenang.
Baca juga: Setelah Uang Rp 2 Miliar Ditahan BPN, Kenapa Warga Ini Ketakutan?
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pihak yang berwenang menegakkan Peraturan Daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum serta ketentraman adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
"Hasilnya banyak kasus penggusuran dengan tindakan kekerasan maupun perampasan harta benda pribadi," ucap Charlie.
Masa kepemimpinan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta genap setahun pada 16 Oktober 2018. Selama masa kampanyenya dulu, Anies Bswedan dan wakilnya, Sandiaga Uno, berjanji tidak menggusur perkampungan yang notabene masih dihuni warga DKI Jakarta.