TEMPO.CO, Bekasi - Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi meminta pemerintah DKI Jakarta untuk menghormati daerahnya sebagai mitra dan partner dalam menghadapi persoalan persampahan. Sebab, DKI selama ini membuang 7 ribu ton sampah setiap hari ke Kota Bekasi. "Ada poin-poin kerja sama dalam bentuk perjanjian. Jadi, sama-sama punya tanggung jawab," kata Rahmat, Kamis, 18 Oktober 2018.
Berita sebelumya: Setahun Anies Baswedan, Puluhan Truk Sampah DKI Distop di Bekasi
Dalam perjanjian kerja sama pemanfatan lahan untuk tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang, kata Rahmat, tak bisa hanya satu pihak yang menjalankan kewajiban. "Kota Bekasi bukan pembantunya DKI, jadi harus sama-sama menghormati," ujar Rahmat.
Menurut Rahmat, ada dua kewajiban pemerintah DKI yang harus dipenuhi. Yang pertama memberikan bantuan langsung tunai senilai Rp 900 ribu kepada 18 ribu keluarga di Bantargebang. Pemerintah DKI juga wajib membangun infrastruktur dan rehabilitasi lingkungan. "Ada kewajiban kemitraan, ini yang sudah enggak jalan," kata Rahmat.
Berdasarkan catatan Tempo, untuk pengelolaan sampah di Bantargebang, pada 2015 DKI memberikan bantuan sebesar Rp 90 miliar. Kemudian pada 2016 jumlahnya bertambah Rp 200 miliar dan 2017 menjadi Rp 250 miliar. Dana hibah ini di luar dana yang dikucurkan untuk masyarakat Bantargebang dalam bentuk bantuan tunai.
Namun tahun ini, bantuan itu belum diterima oleh Bekasi. Buntut dari mandeknya kewajiban dalam kerja sama ini, sebanyak 51 truk sampah milik DKI Jakarta diberhentikan oleh petugas Dinas Perhubungan Kota Bekasi di Jalan Ahmad Yani selepas keluar tol Bekasi Barat. Kejadian ini lalu memunculkan kembali polemik antara Pemprov DKI dan Pemkot Kota Bekasi terkait kerjasama pengelolaan sampah di Bantargebang.
Baca: Anies Hentikan Hibah Ahok, Bekasi Stop Truk Sampah DKI?
"Antara Pemprov DKI dan Bekasi itu ada perjanjian kerja sama. Tapi, ada hak dan kewajiban DKI yang tidak dilaksanakan," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Yayan Yuliana.