TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Selamatkan Pulau Pari mengungkap upaya banding tiga nelayan Pulau Pari telah dikabulkan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Ketiganya dibebaskan dari vonis bersalah dan hukuman penjara enam bulan potong masa tahanan yang sebelumnya didapat dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Baca:
Banding Diterima, Koalisi: Stop Kriminalisasi Nelayan Pulau Pari
Ketiga nelayan yang diputus bebas itu adalah Mustaghfirin alias Boby, Mastono alias Baok, dan Bahrudin alias Edo. Vonis enam bulan penjara sebenarnya langsung membebaskan mereka karena dipotong masa tahanan, tapi para nelayan itu memutuskan banding. Mereka menganggap tuduhan pemerasan berlatar sengketa lahan dengan pengembang.
“Putusan bebas tersebut disampaikan melalui Putusan Nomor 242/PID.B/2018/PT.DKI tanggal 5 September 2018 dan Putusan Nomor 243/PID.B/2018/PT.DKI tanggal 5 September 2018,” kata kuasa hukum Koalisi Selamatkan Pulau Pari, Nelson Nikodemus Simamora, Minggu 28 Oktober 2018.
Ada empat pertimbangan yang melandasi putusan hakim banding tersebut seperti yang dituturkan Nelson. Pertama, tidak ada saksi yang melihat terjadi ancaman kekerasan dalam kejadian tersebut; Kedua, tindakan pengumpulan donasi oleh masyarakat setempat bukanlah pelanggaran karena tidak ada dasar hukumnya.
Baca:
Ini yang Diinginkan Nelayan Pulau Pari dari Anies Baswedan
Ketiga, perbuatan mengumpulkan donasi bukanlah memeras atau mencari keuntungan untuk diri sendiri atau orang lain karena merupakan uang pengganti atas jasa yang diberikan oleh masyarakat setempat sehingga para pengunjung merasa nyaman (misalnya sarana air bersih, penerangan, dan lain-lain) yang memang belum disediakan oleh Pemerintah Daerah.
Keempat, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemerintah mengelola, namun masyarakat perlu memenuhi kebutuhan hidup, maka pengelolaan oleh masyarakat harus diutamakan.
Baca:
Nelayan Pulau Pari Dituntut Bersalah, LBH Cium Kejanggalan
Koalisi menyambut putusan banding itu dengan mendesak kebebasan pula bagi seorang nelayan lainnya yang masih menjalani persidangan di Pengadilan Jakarta Utara. Sulaiman, nama nelayan itu, menjadi nelayan keempat yang harus menjalani persidangan di tengah sengketa tanah Pulau Pari yang harus dihadapi nelayan melawan pengembang.