TEMPO.CO, Jakarta – Leader Indonesia Diving Rescue Team (IDRT), Bayu Wardoyo, meminta masyarakat tidak menduga-duga penyebab kematian anggotanya, Syahrul Anto. Pria berusia 45 tahun itu gugur saat membantu pencarian jenazah korban Lion Air di perairan Karawang, Jawa Barat, Jumat, 2 November 2018.
Baca juga: Penyelam Tewas Saat Pencarian Lion Air, Diduga Akibat Dekompresi
"Ada yang menduga bahwa penyebab kematian Syahrul karena dekompresi. Itu pernyataan yang terlalu dini," kata Bayu saat ditemui di Jakarta International Container Truck II, Jakarta Utara, Sabtu, 3 November 2018.
Dekompresi terjadi akibat akumulasi nitrogen dalam tubuh selama menggelembung dan menyumbat aliran darah serta sistem saraf. Keadaan itu mirip dengan stroke yang sangat mematikan.
Komandan Satuan Tugas SAR Kolonel Laut Isswarto membenarkan dugaan penyebab kematian Syahrul karena dekompresi.
"Almarhum menyelam lebih lama dari seharusnya. Sesuai dengan jadwal, para penyelam seharusnya naik jam 16.00, tapi dia naik 30 menit lebih lama," kata Isswarto.
Menurut Bayu, pihak yang menduga kematian anggotanya karena dekompresi adalah pernyataan yang terlalu dini. Sebab, IDRT saat ini sedang melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab kematian korban. "Saya yang pimpin langsung juga investigasinya."
Serpihan pesawat Lion Air JT610 berhasil ditemukan di dasar laut, Karawang, Jawa Barat, 2 November 2018. Basarnas mendapatkan petunjuk kuat mengenai lokasi badan pesawat Lion Air JT 610. Basarnas/via REUTERS
Simak juga: Cerita Kepala Basarnas Soal Penyelam Gugur Cari Lion Air JT 610
Ia menjelaskan bahwa sejauh ini belum diketahui penyebab kematian Syahrul. Untuk itu, ia meminta masyarakat tidak menyimpulkan atau menduga-duga tanpa adanya bukti yang menerangkan penyebab kematian Syahrul.
"Jadi jangan menduga-duga. Penyebabnya bukan dekompresi. Sebab Syahrul penyelam yang berpengalaman," ujarnya menjelaskan wafatnya Syahrul yang menjadi tim pencari korban pesawat Lion Air.