TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Polda Metro Jaya akan mengevaluasi laporan terhadap pidato Calon Presiden Prabowo Subianto yang menyinggung warga Boyolali, Jawa Tengah. Penyidik ingin memastikan apakah dalam laporan tentang pidato 'tampang Boyolali' itu terdapat unsur pidana atau tidak.
Baca juga:
Kesehatan Ibu Disebut Memburuk, Atiqah Hasiholan Datangi Polda Metro Jaya
“Kalau tidak ada pidana, kami hentikan penyelidikannya,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, di Polda Metro Jaya, Senin 5 November 2018.
Argo menyebut polisi akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait laporan yang diterimanya tersebut. Koordinasi itu terkait status Prabowo sebagai calon presiden saat ini.
“Kami akan tetap berkomunikasi dengan Bawaslu apakah ini ada unsur tindak pidana pemilu atau tidak,” tutur dia.
Sebelumnya, pada Jumat malam, 2 November 2018 lalu, seorang pria bernama Dakun, 47 tahun, melaporkan Prabowo terkait pidatonya ke Polda Metro Jaya. Laporan Dakun teregistrasi nomor LP/6004/XI/2018/PMJ/Dit. Reskrimsus tanggal 2 November 2018.
Saat melapor, ia ditemani Ketua Cyber Indonesia Muannas Alaidid, dan menyatakan ucapan Prabowo membuatnya tersinggung. Prabowo menyampaikan pidato itu saat safari politik di Boyolali pada 31 Oktober 2018.
Baca juga:
Pidato Lengkap Prabowo Soal Tampang Boyolali
Saat itu Prabowo melontarkan guyon kepada peserta kampanye. Ia berujar, mereka mungkin akan diusir dari hotel bintang lima karena memiliki tampang Boyolali.
Menurut Dakun, seharusnya calon presiden memberikan pernyataan menyejukkan. Bukan ucapan menyinggung rupa warga Boyolali yang seolah-olah miskin.
Ia menduga Prabowo melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu juga Pasal 4 huruf b angka 2 juncto Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.