TEMPO.CO, Bogor - Ratusan buruh gabungan seluruh serikat pekerja se Kabupaten Bogor melakukan unjuk rasa di depan kantor Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor, Kamis 15 November 2018.
Baca: Tak Puas UMP DKI Jakarta 2019, Serikat Buruh Siap Demonstrasi
Koordinator Aksi, Rizal Randen mengatakan, ratusan buruh melakukan aksi dengan membawa tiga tuntutan soal Upah Minimum Kabupaten Bogor. Mereka menolak Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015.
“Kami menolak rekomendasi UMK Kab. Bogor yang disampaikan Bupati Kab. Bogor kepada Gubernur Jawa Barat menggunakan Formulasi PP 78 tahun 2015,” kata Rizal di lokasi, Kamis 15 November 2018.
Rizal mengatakan, alasan pihaknya menolak formula tersebut karena dalam peraturan pemerintah tersebut kenaikan upah didasarkan atas inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Buruh ingin kenaikan UMK menggunakan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
“Jika menggunakan KHL, kenaikan UMK seharusnya 21 persen, bukan 8,03 persen seperti yang dihasilkan saat ini,” ujar Rizal.
Rizal mengatakan ratusan buruh juga menyuarakan soal kajian upah minimum sektoral Kabupaten Bogor dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Disnaker.
“Berdasarkan PP 78 juga, UMSK disepakati oleh bipartit, ini akan jadi bumerang bagi kami, karena penyelesaiannya hanya serikat pekerja dengan pengusaha, apalagi jika Pimpinan Unit Kerja (PUK) nya bisa berunding dengan perusahaan,” kata Rizal.
Terakhir, para buruh juga menolak segala bentuk upaya ada upah di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota, dengan diaktifkannya kembali Upah Minimum Padat Karya.
“Ini sudah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” kata Rizal.
Baca: Wali Kota Depok Berharap UMK Tak Merugikan Buruh
Hingga kemarin, ratusan buruh berkumpul di depan kantor Bupati Bogor di Jalan Tegar Beriman, Kabupaten Bogor untuk menuntut kenaikan UMK. “Kami akan menunggu hingga tuntutan kami dipertimbangkan,” kata Rizal.