TEMPO.CO, Tangerang -Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Desriana Dinardianti mengakui masih banyaknya warganya yang memiliki perilaku buang air besar (BAB) sembarangan karena sejumlah faktor termasuk problem akses sanitasi yakni toilet.
"Salah satunya adalah mengubah perilaku masyarakat," ujar Desriana kepada Tempo Sabtu 17 November 2018.
Baca : Cerita 50 Keluarga di Desa Kelor Kabupaten Tangerang Berebut 1 Toilet Umum
Baca Juga:
Menurut Desriana, untuk mengubah perilaku dan kebiasaan buruk masyarakat ini memang membutuhkan waktu. "Kami terus melakukan pembinaan kepada masyarakat," katanya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang hingga Oktober 2018 ini sekitar 27,2 persen dari 3,4 juta warga di wilayah itu untuk urusan buang hajat masih sembarangan.
Menurut Desriana jika dibandingkan tahun 2012 lalu jumlah warga Kabupaten Tangerang yang buang air sembarangan sudah banyak mengalami perubahan walaupun belum mencapai universal akses.
Hal ini, kata Desriana dibuktikan dengan peningkatan akses sanitasi atau jumlah yang buang air besar di WC dari 66, 6 persen di tahun 2012 menjadi 72.18 di ditahun 2017. "Dan akses saat ini Oktober 2018 mencapai 72,8 persen," kata Desriana.
Bilik kakus buatan diatas kali atau sungai yang lebih dikenal sebagai “helikopter” masih marak di Desa Sangiang, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang yang masih memiliki kebiasan buang air besar di sungai. TEMPO/JONIANSYAH HARDJONO
Desriana mengakui sebaran warga yang masih BAB sembarangan karena akses sanitasi masih dibawah 50 persen yaitu di Kecamatan Jambe, Jayanti, Kronjo, Rajeg dan Pakuhaji. Sementara untuk akses diatas 50 persen, kata Desriana, termasuk Sepatan dan Sepatan Timur. "Semua prioritas, saat ini akses sanitasi susah mencapai 271 desa dan kelurahan," katanya.
Simak juga :
Mayat Pria Bugil di Sebuah Drum Gegerkan Warga Klapanunggal Bogor
Kebiasaan BAB sembarangan saat ini masih dilakukan warga Kabupaten Tangerang. Salah satunya adalah, warga Kampung Kelor, Desa Kelor, Kecamatan Sepatan. "Untuk urusan buang air besar kami biasanya di kebon, di kali atau di sawah," kata Aci 50 tahun, salah seorang warga Kampung Kelor.
Menurut Aci, selain sudah menjadi kebiasaan, BAB di kebon atau di kali mereka lakukan karena rumah mereka tidak disediakan toilet dan minimnya fasilitas toilet umum di kampung itu. "Ada satu unit, itupun sudah rusak, tidak ada airnya, dan berebut sama warga lain," kata dia.