TEMPO.CO, Jakarta - Polisi memeriksa Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Nanik S. Deyang, dalam kasus berita bohong alias hoax yang dilakukan aktivis Ratna Sarumpaet. Pemeriksaan berlangsung di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, hari ini Selasa, 27 November 2018, pukul 14.00 WIB.
Baca juga: Dituntut 2 Tahun Penjara, Ahmad Dhani: Ini Balas Dendam
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan Nanik telah datang memenuhi panggilan penyidik. "Yang bersangkutan sudah datang sejak jam 11.00 tadi untuk dimintai keterangan," kata Argo di kantornya, Selasa, 27 November 2018.
Menurut Argo, pemeriksaan keduanya dilakukan dalam rangka melengkapi berkas kasus Ratna Sarumpaet yang sebelumnya dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Polisi berencana menggali ihwal alur penyebaran foto wajah Ratna Sarumpaet yang bengep.
Kepala Seksi Penegakan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nirwan Nawawi menyatakan, berkas Ratna Sarumpaet yang diberikan polisi tidak lengkap. "Masih ada kekurangan syarat formil dan materiil yang perlu dilengkapi oleh pihak penyidik," kata Nirwan dalam keterangan tertulisnya, Kamis malam, 22 November 2018.
Menurut Nirwan, Kejati DKI mengembalikan berkas itu pada 22 November 2018. Itu artinya, penyidik perlu melengkapi berkas terlebih dulu untuk dikirimkan lagi ke kejaksaan.
Polisi melimpahkan berkas Ratna Sarumpaet pada 8 November 2018. Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya melakukan penyidikan lebih dari satu bulan sebelum pemberkasan rampung.
Baca juga: Sopir Truk Kaget Diberhentikan di Kalimalang Kota Bekasi
Ratna Sarumpaet ditetapkan sebagai tersangka pembuat dan penyebar berita bohong atau hoax penganiayaan yang dialaminya di Bandung pada awal Oktober 2018. Pengakuan sudah disampaikan setelah polisi mengungkap sejumlah kejanggalan.
Kepolisian menjerat Ratna Sarumpaet dengan Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.