TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus menganggap kasus dugaan pencemaran nama baik oleh juru bicara KY Farid Wajdi berada di ranah sengketa pers, bukan delik pidana.
Baca: Disebut Pungli untuk Tenis, 64 Ketua Pengadilan Mengadu ke Polisi
“Pegangan kami tetap sesuai dengan surat dari Dewan Pers bahwa itu adalah sengketa pers,” kata Jaja di Polda Metro Jaya, Rabu, 5 Desember 2018.
Sebelumnya, Ketua Umum Persatuan Tenis Warga Peradilan (PTWP) Syamsul Maarif dan Ketua Pengadilan Tinggi Medan Cicut Sutiarso melaporkan Farid atas pernyataannya yang dimuat dalam Harian Kompas edisi 12 September 2018. Mereka datang ke Polda Metro Jaya beramai-ramai dengan puluhan ketua pengadilan tingkat banding.
Dalam berita di surat kabar itu, Farid menyebut adanya keluhan dari hakim di daerah terkait adanya kewajiban iuran dalam rangka penyelenggaraan turnamen tenis di pengadilan.
Dalam laporannya, Syamsul dan Cicut menduga pernyataan Farid melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45a ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Terkait pernyataan Farid dalam berita tersebut, Dewan Pers juga telah memberikan penilaian yang menyatakan bahwa Farid Wajdi melakukan tugas sebagai Juru Bicara KY. Sehingga, jika ada yang keberatan dengan pemberitaan tersebut maka dapat melalui hak jawab atau hak koreksi.
Mahmud Irsad Lubis selaku kuasa hukum Farid menjelaskan bahwa Dewan Pers telah mengirimkan surat kepada Direktur Rekrimum Polda Metro Jaya. Isinya menjelaskan bahwa pelaporan Farid Wajdi ke Polda Metro Jaya adalah sengketa pers dan bukan delik pidana.
Jaja belum ingin berkomentar banyak soal pelaporan terhadap Farid. Ia juga menyebut pihaknya telah memberikan bantuan hukum kepada Farid dalam kasus ini.
Baca: Jadi Saksi Kasus Iuran Tenis, Ketua KY Minta Pemeriksaan Ditunda
Komisi Yudisial, kata Jaja, akan tetap menginvestigasi dugaan pungutan alias pungli di luar kebutuhan kerja di lingkungan hakim yang sebelumnya disampaikan oleh Farid Wajdi. “Secara kelembagaan proses kami tetap berjalan,” tutur dia.