TEMPO.CO, Jakarta - Tim pembela RA, mantan Sekretaris Pejabat BPJS Ketenagakerjaan, akan mendatangi Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dalam waktu dekat. Koordinator Adovaksi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan timnya bakal memastikan nasib RA tidak terkatung-katung bila harus kembali bekerja di BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga: Pelecehan Seksual Pejabat BPJS: Skors ke Eks Sekretaris Dicabut
"Ketika RA masuk kerja lagi, harus ada kepastian dulu dari Dewan Pengawas," kata Timboel dalam pesan pendek pada Selasa, 1 Januari 2018. Timboel mengatakan, ia dan tim akan memastikan pihak yang dibelanya tidak memperoleh cemoohan atau kecaman dari lingkungan kerjanya bila ia kembali ke kantor.
Pernyataan ini dilontarkan menindaklanjuti pencabutan skors kerja RA oleh Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. RA sebelumnya mengaku diistirahatkan sementara oleh pihak kantor tempat dia bekerja lantaran kasus skandal yang melibatkan dirinya
dengan pejabat Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, SAB.
RA mengklaim, mantan Duta Besar Indonesia untuk WTO dan auditor BPK itu memerkosanya sebanyak empat kali. Selain itu, RA menerima sejumlah pelecehan seksual di dalam dan luar kantor.
Skandal tersebut terungkap dalam pesan pendek yang ditampilkan RA dalam beberapa tangkapan layar. SAB tampak beberapa kali merayu RA untuk menjalin hubungan dekat dengannya. Kejadian itu sudah berlangsung selama kurun waktu 2016 hingga 2018.
RA yang mencoba melapor ke Dewan Pengawas malah mengaku menerima bumerang. Ia diskors sampai hendak dipecat. Draf pemutusah hubungan kerja (PHK) RA telah dirancang pada 5 Desember 2018.
Draf PHK RA itu terdiri atas dua lembar. Draf ini berjudul “Perjanjian Bersama.” Di dalam surat perjanjian bersama itu, termaktub enam poin kesepakatan, di antaranya menyebut RA menyetujui adanya kesepakatan PHK dengan honor yang akan tetap dibayarkan sampai masa kontrak berakhir.
Draf itu dibuat dengan melibatkan dua pihak. Pihak pertama, yakni pembuat kesepakatan, adalah Ketua Dewan Pengawas bernama Guntur Witjaksono. Sedangkan pihak kedua ialah RA. Surat itu sedianya juga akan ditandatangani oleh Deputi Direktur Bidang Human Capital BPJS Ketenagakerjaan.
Surat PHK ini dirancang pada 5 Desember 2018 sebagai tindak lanjut skorsing. Namun, RA menolak mentah-mentah surat PHK itu ditandatanganinya. Ia mengatakan emoh meneken lantaran merasa tak punya hak diputus kontrak.
Baca juga: Skandal Seks Pejabat BPJS, Pengacara ke RA: Kenapa Baru Sekarang?
Setelah membeberkan kasusnya ke ranah publik, skors RA dicabut. Timboel mengatakan RA boleh kembali bekerja pada 2 Januari 2019. Namun, RA merasa perlu mengambil langkah konseling dulu untuk menghadapi lingkungannya.
"Soalnya kami menilai persoalan ini bukan hanya soal RA dan SAB, tapi juga dengan dewan pengawas lainnya," ujarnya. Sejak RA melaporkan kasusnya pada 2016, sikap dewan, ujar Timboel, tidak merespon. Malahan, ujar dia, Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan secara kolektif kolegial memutuskan menskorsing RA dan menskenariokan PHK tersebut.