TEMPO.CO, Jakarta -Mantan sekretaris eks anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK), RA, 27 tahun, angkat bicara soal pelaporan kasus pelecehan seksual yang melibatkan bosnya.
Baca : Sebelum Skandal Seks, Kasus Pejabat BPJS TK Menguap di Kemenkeu
Pelaku dugaan pemerkosaan yang dimaksud oleh RA adalah bekas anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Syafri Adnan Baharuddin.
Pemerkosaan pertama, kata RA, terjadi pada 23 September 2016 di Pontianak. Peristiwa kekerasan seksual itu terulang kembali pada 9 November 2016 di Makassar.
Kronologi pemerkosaan itu termaktub dalam surat aduan yang dikirimkan RA kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Surat itu ditulis pada 19 Desember dan telah dilayangkan secara resmi.
“Selama rentang 2 tahun, saya berulang kali menolaknya,” ujar RA saat ditemui Tempo di sebuah restoran di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu sore, 2 Januari 2018.
Namun, perlakuan tak mengenakkan, kata dia, diterima selepas penolakan-penolakan itu dilakukan. Puncaknya seperti yang terjadi pada 28 November 2018.
RA dan Syafri terlibat pertengkaran hebat di kantor Dewan Pengawas BPJS, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, menjelang tengah hari. Pertengkaran itu pula yang melatari RA akhirnya memutuskan untuk melaporkan kasusnya ke polisi.
Menurut RA, pertengkaran hebat dirinya dan Syafri terjadi lantaran Syafri tiba-tiba meminta paspor untuk perjalanan ke Singapura. RA mengatakan rencana perjalanan ke Singapura itu tak diinformasikan sebelumnya.
Pada saat itu, paspor Syafri masih berada di agen travel guna pembuatan visa keberangkatan ke Jepang pada 3 Desember. Informasi soal paspor yang masih berada di agen travel itu sudah disampaikannya melalui pesan grup kantor beberapa malam sebelumnya.
Menurut RA, itu hanya akal-akalan Syafri untuk meluapkan emosi lantaran ia berulang kali ditolak untuk berhubungan badan.
Saat pertengkaran makin memuncak, Syafri sempat akan mengguyur RA dengan air di dalam gelas. Namun, rencana itu digagalkan.
Syafri akhirnya menumpahkan air tersebut ke karpet.
Masih dengan posisi memegang gelas kaca, Syafri kembali membentak RA. Gelas itu lagi-lagi hendak dilempar ke tubuh RA. Namun, digagalkan oleh rekan sesama sekretaris yang berada di ruangan yang sama.
Syafri, menurut cerita itu, kemudian melampiaskan amarahnya dengan menggebrak meja RA, memukul komputernya, dan memukul mesin printer hingga rusak.
Selepas kejadian itu, RA menghadap ke Ketua Dewan Pengawas BPJS Guntur Witjaksono. Saat itu, RA mengaku berusaha mengadukan persoalan yang melatari pertengkaran, yakni pelecehan seksual.
Korban kekerasan seksual RA (kiri) bersama sahabatnya Juwita dalam keterangan pers menceritakan kronologi kekerasan seksual yang dialaminya ketika bekerja di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Jakarta, Jumat 28 Desember 2018. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
“Namun Pak Guntur justru bilang, kalau saya sudah enggak nyaman kerja di situ, boleh mengundurkan diri. Padahal niat aduan saya bukan itu,” ujar RA.
Merasa tak memperoleh hak perlindungan, RA membulatkan niatnya membawa persoalan ini ke polisi. Ia dibantu oleh tim pendampingnya, seorang dosen sekaligus pakar komunikasi Ade Armando; Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, dan kuasa hukum Heribertus S Hartojo.
Kronologi puncak pertengkaran yang berbeda diungkapkan oleh kuasa hukum Syafri, Memed Adiwinata.
Simak juga :
Kasus Pemerkosaan oleh Eks Pejabat BPJS Diadulan ke Sri Mulyani
Dalam konferensi pers dengan wartawan beberapa waktu lalu, Memed mengatakan justru RA yang membikin kegaduhan pada 28 November lalu di kantor BPJS. RA disebut sering datang terlambat dan bersikap tak sopan kepada Syafri.
Pada Rabu, 28 November 2018, RA datang pukul 09.00 WIB. Syafri saat itu menanyai RA ihwal jam kedatangannya yang terlambat.
Petinggi BPJS TK itu juga menanyakan soal keberadaan paspornya tersebut. Namun, Memed mengatakan RA hanya menjawab seenaknya. RA disebut justru membikin keramaian sampai akhirnya Syafri menyuruh sekretaris pribadinya itu keluar.