TEMPO.CO, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Tinggi DKI agar tender proyek jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) tak bermasalah. "Kedisiplinan dalam menjalankan proses tender ini tidak dilakukan dengan baik. Sehingga apapun hasilnya pasti bisa dituntut oleh salah satu (pihak)," kata Anies, Jumat, 11 Januari 2019.
Baca: Proyek ERP di DKI dari Era Jokowi, Ahok, Hingga Anies
Anies tak secara gamblang menjelaskan kedisiplinan yang ia maksud. Hanya saja dia mencontohkan, dalam proses lelang ERP, ada ketentuan tentang pembatasan komunikasi antara penyelenggara proyek.
Belakangan Anies menemukan ternyata ketentuan itu dilanggar. "Ternyata komunikasi itu resmi semua, tapi kalau nanti salah satu menang, pasti itu bisa menjadi masalah," kata Anies. "Itu kami tanyakan pada mereka (kejaksaan) apakah dalam proses kemarin ada hal-hal yang secara hukum menyimpang?"
Menurut Anies, pemerintah daerah bakal mengoreksi bila ada penyimpangan hukum dalam proyek ERP. Dia tak ingin proyek ini berjalan mulus tapi menjadi masalah di kemudian hari.
Sebelumnya, Q-Free mengundurkan diri dari peserta lelang proyek ERP. Dalam pernyataan resmi perusahaan Norwegia tersebut, chief executive officer Hakon Volldal mengungkap sejumlah alasan. “Pengunduran diri kami merupakan konsekuensi atas ketidakpastian yang terus berlanjut,” kata Volldal seperti dikutip dari Koran Tempo, Jumat 11 Januari 2019.
Volldal mengungkapkan bahwa ketidakpastian jadwal lelang, ketidakjelasan struktur pembiayaan proyek, serta potensi keuntungan proyek itu menjadi pertimbangan hengkang dari lelang.
Baca juga: Anies Baswedan Tegaskan Tak Ada Rencana ERP untuk Sepeda Motor
Itu artinya peserta tender ERP tinggal dua, yakni PT Bali Towerindo Sentra Tbk dan perusahaan Swedia, Kapsch TrafficCom. Untuk itu Anies Baswedan meminta pendapat hukum dari Kejati DKI agar tak muncul masalah di kemudian hari.