TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menganggap demam berdarah sebagai kasus kesehatan yang harus diperhatikan. Sebab, menurut Anies, jumlah penderita demam berdarah dari 2017-2019 meningkat.
Baca juga: Penelitian, 3 Daerah Ini Paling Rawan Demam Berdarah di Jakarta
Anies memaparkan, ada 665 kasus demam berdarah pada Januari 2017. Satu orang diketahui meninggal. Satu tahun kemudian di bulan yang sama, jumlah kasus menurun menjadi 198. Untuk data per 23 Januari 2019, DKI mencatat terdapat 370 kasus.
"Tapi baru angkanya 370 saja itu sudah mengkhawatirkan karena sekarang sudah tanggal 23 sementara tahun lalu hanya 198 meskipun tahun sebelumnya di atas 600. Tapi ini warning," kata Anies di kawasan Jakarta Pusat, Rabu, 23 Januari 2019.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menggunakan prediksi kelembapan udara tiga bulan ke depan untuk memetakan ancaman berkembangnya demam berdarah. Tingginya kelembapan udara berpotensi mendukung pertumbuhan nyamuk Aedes Aegepty, penyebab demam berdarah. Jakarta Selatan, Timur dan Barat masuk dalam tingkat waspada berkembangnya penyakit itu pada bulan ini hingga Maret.
Anies menyatakan, pemerintah daerah telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Dari keterangan Anies, Kementerian Kesehatan pun memprediksikan jumlah kasus demam berdarah bakal meningkat tahun ini.
Karena itulah, Anies menginstruksikan ke seluruh jajaran Dinas Kesehatan DKI untuk mengendalikan penyebaran demam berdarah. Salah satunya dengan menggelar fogging.
"Kemudian pengecekan semua tempat-tempat yang berpotensi tumbuhnya jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti tumbuh," ujar Anies.
Tak hanya itu, Anies meminta seluruh warga mengecek rumah masing-masing. Misalnya, memperhatikan genangan di sekitar rumah lalu membersihkannya untuk mencegah nyamuk penyebab demam berdarah berkembang biak.