TEMPO.CO, Depok - Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan, jatuhnya korban jiwa di Kota Depok menunjukkan fogging sebagai gerakan pemberanta sarang nyamuk (PSN) tidak efektif.
Baca juga: DBD, Tujuh Orang Meninggal di Depok, Bogor dan Bekasi
“(Selama ini) Pemahaman masyarakat dengan fogging ini efektif,padahal ini cuma membuat nyamuk mabuk,“ ujar Idris di Kantor Wali Kota Depok, Kamis, 7 Februari 2019. Kejadian meninggalnya dua warga Depok, ujar Idris, menjadi pelajaran pentingnya PSN menjelang memasuki peralihan musim.
Fogging, kata Idris tidak mematikan jentik nyamuk penyebab DBD. Jadi, kader-kader juru pemantau jentik (Jumantik) harus diefektifkan kembali. “Kondisi ini menjadi pembelajaran bagi kami untuk mengevaluasi kondisi lingkungan.”
Sebanyak tujuh orang meninggal karena DBD di Kota Bogor, Depok, dan Bekasi sepanjang Januari 2019. Mereka terdiri dari 2 orang di Kota Depok, 3 orang di Bogor, dan 2 orang di Kota Bekasi.
Data dari seputaran Jakarta ini terungkap dalam paparan Kepala Seksi Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Jawa Barat, Widiyawati. Dia menyebut pasien di tiga kota itu sebagai bagian dari data di seluruh Jawa Barat. “Data ini per 31 Januari,” ujar Widiyawati kepada Tempo, Jumat 1 Februari 2019.
Dia menyebut, sepajang awal tahun ini angka kematian akibat DBD di Jawa Barat sebanyak 18. Kota Bogor bersama Kabupaten Bandung menyumbang angka yang tertinggi. Angka korban fatal sebanyak 18 orang bertambah empat orang jika dibandingkan tiga hari sebelumnya. Widiyawati menuturkan, peningkatan angka kasus DBD disebabkan faktor cuaca serta kebersihan lingkungan.
Baca juga: Pasien DBD Meninggal Setelah Paksa Pulang dari Rumah Sakit
Menurut Wali Kota Depok Mohammad Idris, dari data Dinas Kesehatan Kota Depok menunjukkan korban meninggal mencapai empat orang dari total penderita 296 orang dari Januari sampai Maret pekan ketiga 2016. Jumlah korban meninggal meningkat bila dibandingkan dengan 2015, yang hanya dua orang dari total penderita sebanyak 1.784 orang selama setahun.